Listrik Indonesia | Pemerintah menetapkan arah baru transisi energi nasional melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Dokumen ini menekankan pentingnya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) secara merata di seluruh Indonesia. Dari total target penambahan kapasitas pembangkit dan storage sebesar 69,5 gigawatt (GW), sekitar 76 persen atau 52,9 GW berasal dari sumber EBT dan sistem penyimpanan energi.
Dua jenis pembangkit menjadi andalan dalam peta jalan energi ini: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kontribusi 17,1 GW, serta Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebesar 11,7 GW. Di luar itu, energi angin akan menyumbang 7,2 GW, panas bumi 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan energi nuklir 0,5 GW. Pengembangan pembangkit EBT turut diperkuat dengan kapasitas energy storage sebesar 10,3 GW, yang mencakup PLTA pumped storage (6 GW) dan battery energy storage system (BESS) sebesar 4,3 GW.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa pemerataan proyek EBT menjadi prinsip utama dalam RUPTL baru ini. Hal tersebut, katanya, sejalan dengan visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai ketahanan energi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Potensi EBT kita sangat besar dan tersebar di berbagai daerah. Maka pengembangannya harus menyesuaikan kondisi dan kebutuhan lokal, mulai dari Sumatra hingga Papua,” kata Bahlil dalam peluncuran RUPTL 2025–2034 di Jakarta, Senin (26/5).
Distribusi Per Wilayah
Pulau Jawa, Madura, dan Bali (Jamali) menjadi kawasan dengan penambahan kapasitas EBT terbesar, mencapai 19,6 GW. PLTS mendominasi di wilayah ini dengan kapasitas 10.932 megawatt (MW), disusul PLTB 5.377 MW, PLTP 2.503 MW, PLTA dan PLTMH 432 MW, serta bioenergi 399 MW.
Wilayah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara menyumbang 2,3 GW. Meski kapasitasnya lebih kecil, proyek-proyek di wilayah ini sangat strategis untuk memperluas akses listrik, khususnya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Komposisinya meliputi PLTS 1.470 MW, PLTP 332 MW, PLTA/M 179 MW, bioenergi 141 MW, PLTB 140 MW, dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL) sebesar 40 MW.
Sumatra direncanakan menambah kapasitas EBT hingga 9,5 GW. PLTA/M menjadi andalan dengan 4.940 MW, diikuti PLTP 2.017 MW, PLTS 1.606 MW, PLTB 590 MW, PLTN 250 MW, dan bioenergi 78 MW.
Di Kalimantan, penambahan kapasitas mencapai 3,5 GW, terdiri dari PLTA/M 1.533 MW dan PLTS 1.524 MW. Wilayah ini juga akan mengembangkan PLTN sebesar 250 MW, bioenergi 80 MW, dan PLTB 70 MW.
Sementara itu, Sulawesi akan menampung proyek EBT sebesar 7,7 GW. PLTA/M menyumbang porsi terbesar dengan 4.606 MW, disusul PLTS 1.530 MW, PLTB 1.010 MW, PLTP 305 MW, dan bioenergi 236 MW.
Detail Lokasi dan Waktu Pembangunan
Bahlil menambahkan bahwa RUPTL terbaru ini tidak hanya menyusun rencana kapasitas, tetapi juga mencantumkan lokasi dan waktu pembangunan yang jelas. “Kalau dulu kita belum tahu di mana dan kapan dibangun, sekarang semuanya transparan kabupaten mana, tahun berapa, semua sudah terpetakan,” ujarnya.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyatakan kesiapan penuh perusahaan dalam menjalankan RUPTL ini. Menurutnya, dokumen ini menjadi peta jalan penting dalam transformasi kelistrikan Indonesia menuju energi bersih.
“Dengan detail lokasi yang sudah pasti, kami optimistis bisa memperkuat keandalan sistem kelistrikan sekaligus mengangkat potensi energi lokal. Ini bagian dari komitmen PLN menuju Net Zero Emissions,” pungkas Darmawan.
