Listrik Indonesia | Komisaris Utama PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI), Nikson Silalahi, menyatakan keyakinannya bahwa target penyediaan 3 juta ton biomassa untuk kebutuhan cofiring PLTU PLN dapat tercapai pada 2025. Hal tersebut ia sampaikan saat menghadiri Nusantara Energi Forum 2025 di Jakarta, Rabu (20/8).
“Hingga Juli 2025, pasokan biomassa yang sudah kami serahkan mendekati 1,2 juta ton. Kami optimis, dengan kerja keras hingga akhir tahun, target 3 juta ton bisa diwujudkan,” ujar Nikson.
Strategi Rantai Pasok Biomassa
Nikson menegaskan, keberhasilan pencapaian target tersebut tidak lepas dari ekosistem rantai pasok yang dibangun PLN EPI secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. Ekosistem itu mencakup empat hal utama:
1. Penanaman tanaman energi di lahan kering dan marginal melalui model berbasis masyarakat, seperti koperasi, BUMDes, dan kelompok tani.
2. Pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebagai bahan baku biomassa.
3. Pembangunan infrastruktur logistik yang terdiri dari Sub Hub, Hub, dan Main Hub untuk mendukung pengumpulan, pengolahan, serta distribusi ke PLTU.
4. Pelibatan koperasi sebagai penghubung petani dengan fasilitas pengolahan, guna memperkuat ketahanan pasokan.
Upaya Memenuhi Kebutuhan 10,2 Juta Ton
Untuk memenuhi proyeksi kebutuhan biomassa nasional sebesar 10,2 juta ton per tahun pada 2025, PLN EPI juga melaksanakan berbagai program. Di antaranya, *Green Economy Village* (GEV) di Gunung Kidul, Cilacap, dan Tasikmalaya, yang hingga kini telah menanam lebih dari 953 ribu bibit tanaman energi di area seluas 760 hektar lebih.
Selain itu, perusahaan juga mengembangkan sistem pertanian terpadu yang memadukan tanaman energi, pangan, dan peternakan. Program ini telah melibatkan lebih dari 1.000 petani dan puluhan kelompok tani, serta ditargetkan mendukung implementasi *cofiring* di 52 PLTU, dengan realisasi di 48 unit hingga kuartal II 2025.
Nikson menambahkan, penerapan teknologi *cofiring* terbukti efektif dalam menurunkan emisi. Tahun ini, PLN EPI mencatat penurunan CO? hingga 3,3 juta ton. Selain itu, kualitas biomassa juga semakin meningkat dengan nilai kalor mencapai 3.138 kCal/kg.
Dari sisi diversifikasi, jenis biomassa yang digunakan berkembang pesat, dari hanya tiga jenis pada 2020 menjadi 14 jenis pada 2025. Beberapa di antaranya adalah Kaliandra, Gamal, Indigofera, sekam padi, hingga bonggol jagung. Sementara secara ekonomi, harga biomassa ditetapkan secara kompetitif, antara 85% hingga 120% dari harga batu bara, tergantung skema pembelian dan biaya transportasi.
Menutup paparannya, Nikson mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk mendukung agenda Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam memperkuat ketahanan energi nasional.
“Biomassa adalah salah satu pilar penting transisi energi. Dengan dukungan semua pihak, kemandirian energi berbasis potensi dalam negeri bisa kita capai demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat energi dan berkelanjutan,” tegasnya.
