Listrik Indonesia | Pemerintah kembali menegaskan komitmennya mempercepat pemanfaatan energi surya dalam sistem ketenagalistrikan nasional. Salah satu cara yang ditempuh adalah mendorong pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap on grid bagi pelanggan rumah tangga maupun industri.
Namun, capaian di lapangan menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah. Hingga akhir Juni 2025, kapasitas terpasang PLTS Atap baru mencapai sekitar 495 megawatt peak (MWp), berasal dari 10.700 pelanggan PLN. Angka ini baru separuh dari target pemerintah yang ingin menembus 1 gigawatt (GW) hingga akhir tahun.
“Untuk PLTS Atap, hingga pertengahan tahun kapasitas terpasangnya sudah 495 MWp. Angka ini menunjukkan animo yang besar dari masyarakat,” ujar Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Andriyah Feby Misna, dalam Media Briefing Indonesia Solar Summit 2025 di Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Pernyataan itu menegaskan bahwa minat publik terhadap PLTS Atap memang tumbuh. Tetapi, Feby juga mengakui ada banyak pengajuan pemasangan yang belum terealisasi. Artinya, kendala birokrasi, teknis, maupun regulasi masih menjadi batu sandungan di lapangan.
Padahal, potensi energi surya Indonesia amat besar. Kementerian ESDM mencatat potensinya mencapai 3,3 terawatt (TW), namun realisasi pemanfaatan hingga kini baru 916 megawatt (MW). Kontras antara potensi dan realisasi ini menimbulkan pertanyaan serius soal kecepatan transisi energi yang dijanjikan pemerintah.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, target energi surya ditetapkan sebesar 17,1 GW. Target ambisius itu mencakup pembangunan PLTS skala besar, baik di darat (ground mounted), terapung (floating), maupun melalui program dedieselisasi yang ditujukan untuk menggantikan pembangkit diesel di wilayah terpencil.
“Program dedieselisasi menjadi salah satu fokus kami, agar pembangkit listrik berbasis diesel yang masih banyak beroperasi di daerah pedesaan dan terpencil dapat digantikan dengan PLTS,” jelas Feby.
Meski arah kebijakan sudah jelas, realisasi di lapangan belum mencerminkan keseriusan yang sama. Pertanyaannya, apakah target 1 GW PLTS Atap benar-benar realistis tercapai dalam waktu kurang dari enam bulan, atau hanya akan menjadi angka di atas kertas?
