Listrik Indonesia | Anggota Komisi XII DPR RI, Sigit Karyawan Yunianto, menilai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menjadi langkah penting dalam menghadapi kebutuhan energi ke depan. Hal ini ia sampaikan dalam diskusi bersama perguruan tinggi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), PT PLN (Persero), serta para pemangku kepentingan di Surabaya, Jawa Timur, dikutip pada Kamis (04/09/2025).
Menurut Sigit, aturan sebelumnya cenderung menempatkan PLN sebagai pihak dominan dalam sektor ketenagalistrikan. Dengan perubahan undang-undang, ia berharap peluang kompetisi bisa terbuka lebih luas, sehingga harga listrik dapat menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.
"Kalau (kompetisi) itu dibuka saya kira juga akan lebih kompetitif dengan nilai harga listrik tersebut. Contohnya kami juga kemarin, tadi saya sampaikan kemarin kalau Telkom dulu, begitu dibuka akhirnya persaingannya khususnya di media itu langsung maju ke pesat. Dan bahkan persaingannya ketat," jelasnya.
Dalam pembahasan revisi kali ini, beberapa poin tambahan berkaitan dengan energi bersih dan energi terbarukan (EBET) turut dimasukkan. Sigit menilai langkah ini selaras dengan program pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan kemandirian dan kesejahteraan energi.
"Bahwa ini adalah pembahasan untuk perubahan Undang-Undang nomor 30 tahun 2009. Tentang Ketenagalistrikan, yang pertama sudah-sudah pernah dilakukan perubahan, yaitu di Undang-Undang nomor 6 tahun 2003. Ini melakukan perubahan khususnya itu memasukkan beberapa poin yang berkaitan dengan EBET, supaya bisa menuju yang diharapkan oleh Pemerintah khususnya program-program Prabowo yang berkaitan dengan kesejahteraan energi," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengapresiasi masukan dari kalangan akademisi dan inovator muda, salah satunya dari ITS yang mengusulkan pemanfaatan tenaga surya di kawasan laut sebagai alternatif keterbatasan lahan darat.
“Contoh tadi disampaikan bahwa tenaga surya ini, kalau kita buka di lahan yang baru itu cukup memakan, lahannya cukup luas. Tadi ITS menyampaikan yang lebih bagus itu adalah di laut. Cuma lautnya ini juga harus ada kriteriannya bahwa ombam tidak terlalu besar,” tambahnya.
DPR, lanjut Sigit, berperan sebagai mediator agar berbagai inovasi dapat dimasukkan dalam klausul undang-undang, termasuk potensi pembangkit listrik tenaga angin, air, hingga nuklir. Ia menekankan bahwa seluruh opsi harus melalui kajian teknis yang matang.
"Jadi itu perlu kajian teknis, program pemerintah. Kalau memang itu terbaik, ya kita akan lakukan. Ya, menyesuaikan dengan perkembangan teknologi," tegasnya.
Melalui revisi ini, diharapkan masyarakat mendapat akses listrik yang lebih merata, terjangkau, dan ramah lingkungan. Sementara bagi pemerintah, regulasi baru ini diharapkan memberikan dasar hukum yang lebih kuat untuk mendorong investasi serta pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
