Listrik Indonesia | Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menyoroti sejumlah tantangan yang masih dihadapi sektor migas nasional. Ia menekankan bahwa produksi migas di sektor hulu rentan terhadap penurunan alami (natural decline) serta belum stabilnya reserve replacement ratio. Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama manajemen Pertamina di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan, meski kinerja semester I 2025 melampaui target, tren produksi migas justru menurun pada periode Mei–Juni 2025. Kondisi ini menjadi sinyal peringatan bagi keberlanjutan pasokan energi nasional.
Selain itu, proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan masih menghadapi potensi keterlambatan serta risiko pembengkakan biaya. Di sisi lain, sektor gas juga mendapat perhatian, terutama terkait keandalan pasokan untuk kebutuhan industri dan PLN.
Tantangan lain datang dari beban subsidi energi yang terus meningkat akibat fluktuasi harga minyak. Pemerintah telah mengalokasikan subsidi energi tahun 2025 sebesar Rp 166 triliun. Jumlah ini mencakup kuota BBM bersubsidi 19,41 juta KL, LPG 3 kg sebanyak 8,2 juta metrik ton, serta subsidi listrik Rp 90,22 triliun. Namun hingga pertengahan tahun, realisasi subsidi baru mencapai Rp 66,89 triliun atau 32,9 persen dari pagu, dengan rincian realisasi BBM dan LPG sebesar Rp 30,28 triliun, serta subsidi listrik Rp 36,6 triliun.
Andre menekankan perlunya langkah antisipatif dari Pertamina untuk menjaga ketahanan energi ke depan.
- Baca Juga Memacu Produksi Migas Nasional dari Desa
“Kesiapan infrastruktur dan bahan baku menuju B50 juga harus menjadi perhatian serius bagi keberlanjutan energi nasional,” ujar Andre.
Ia menambahkan, Komisi VI DPR RI berharap Pertamina dapat memperkuat perannya sebagai pilar ketahanan energi sekaligus motor transformasi menuju kemandirian energi nasional.
“Ke depan, Pertamina diharapkan mampu menjaga keberlanjutan produksi migas, menyelesaikan proyek strategis tepat waktu, menjamin keandalan pasokan gas dan BBM bagi masyarakat dan industri, serta memastikan digitalisasi distribusi subsidi agar tepat sasaran,” tegas Andre.
Lebih lanjut, ia menilai roadmap transisi energi menuju B50 harus disusun secara realistis, terintegrasi, dan mempertimbangkan aspek keterjangkauan.
“Pertamina tidak hanya harus menjadi penjaga pasokan energi, tetapi juga motor penggerak transformasi menuju energi bersih yang berkeadilan dan berkelanjutan,” tandas Andre.
.jpg)
