Memacu Produksi Migas Nasional dari Desa

Memacu Produksi Migas Nasional dari Desa
Memacu Produksi Migas Nasional dari Desa (Dok: KESDM)

Listrik Indonesia | Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memperluas ruang partisipasi masyarakat dalam sektor energi melalui kebijakan pengelolaan sumur minyak rakyat. Kebijakan ini memberikan dasar hukum bagi aktivitas penambangan rakyat agar dapat berjalan aman, terpantau, dan bebas dari persoalan hukum.

Langkah ini menjadi bagian dari arah baru kebijakan energi di masa pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto, yang menempatkan masyarakat sebagai subjek penting dalam pembangunan sektor minyak dan gas bumi (migas).

Pemerintah menilai, pengelolaan sumur rakyat tidak hanya berperan dalam menambah produksi migas nasional, tetapi juga membuka peluang kerja dan mendorong pemerataan ekonomi di berbagai wilayah.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk pelaksanaan amanat konstitusi agar sumber daya alam dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

"Salah satu tonggak penting lain sesuai arahan Presiden Prabowo adalah lahirnya kebijakan pengelolaan sumur minyak rakyat oleh koperasi, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Melalui implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, negara memberikan landasan legal bagi aktivitas sumur minyak rakyat," kata Bahlil di Jakarta, Selasa (21/10).

Lebih lanjut, Bahlil menegaskan bahwa kebijakan ini bukan sekadar langkah administratif, melainkan bagian dari upaya untuk mewujudkan semangat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, di mana rakyat dapat terlibat langsung dalam proses produksi energi nasional.

"Negara membuka ruang bagi rakyat menjadi bagian dari rantai produksi energi nasional. Migas tidak lagi dikerjakan oleh pemilik modal besar semata," tegasnya.

Kementerian ESDM mencatat, hasil inventarisasi terbaru menunjukkan terdapat lebih dari 45.000 sumur rakyat yang siap dikelola secara legal dan produktif. Potensi tambahan produksi dari pengelolaan ini diperkirakan mencapai 10.000 barel per hari serta mampu menciptakan sekitar 225.000 lapangan kerja baru di berbagai daerah.

Bahlil menilai, partisipasi masyarakat menjadi bukti bahwa kemandirian energi tidak harus bergantung pada korporasi besar, melainkan dapat tumbuh dari kekuatan rakyat yang terorganisasi dengan baik.

Kebijakan ini sekaligus memperkuat arah pembangunan energi nasional yang berkeadilan dan inklusif.

"Sejarah mencatat, tidak ada kemajuan bangsa tanpa kedaulatan atas energi," jelas Bahlil.

Mendorong Peningkatan Produksi

Kebijakan pengelolaan sumur rakyat juga menjadi salah satu pendorong peningkatan produksi minyak nasional. Data Kementerian ESDM menunjukkan tren kenaikan produksi yang mulai berbalik arah.

Rata-rata produksi minyak bumi, termasuk kondensat dan NGL, pada periode Januari–September 2025 tercatat naik 4,79% dibandingkan tahun sebelumnya, dari 577,08 ribu barel per hari menjadi 604,70 ribu barel per hari. Pemerintah menargetkan produksi tersebut dapat meningkat menjadi 610 ribu barel per hari pada 2026.

"Capaian ini akan terus bertambah ketika pemerintah menghidupkan kembali produktivitas lebih dari 4.400 sumur yang selama ini mati suri, mengembalikan mereka sebagai urat nadi ekonomi," ujar Bahlil.

Peningkatan produksi ini turut didukung oleh upaya reaktivasi sumur tua. Dari total 16.990 sumur yang sempat tidak aktif, sebanyak 4.495 di antaranya telah kembali berproduksi. Selain itu, pemerintah juga mendorong penggunaan teknologi peningkatan perolehan minyak (enhanced oil recovery atau EOR) serta memperluas eksplorasi untuk menemukan potensi cadangan baru.

Melalui berbagai langkah tersebut, pemerintah berharap subsektor migas dapat tumbuh lebih adaptif, efisien, dan berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Kebijakan yang dimulai dari desa kini menjadi bagian penting dalam memperkuat fondasi energi nasional.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Migas

Index

Berita Lainnya

Index