Listrik Indonesia | Ada pesan yang begitu hangat dan penuh makna datang dari Jisman P Hutajulu, mantan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan yang baru saja dipercaya sebagai Staf Ahli Bidang Perencanaan Strategis Kementerian ESDM. Dalam catatan tertulis yang ia sampaikan pada Senin (22/9/2025), Jisman menitipkan pesan bagi Konferensi kontraktor listrik dan mekanikal Asia Pasifik AFEEC–FAPECA 2025 yang berlangsung di Bali 23-25 September 2025, di mana Indonesia tampil sebagai tuan rumah melalui perwakilan Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI).
“Konferensi ini bukan hanya pertemuan rutin, tapi momentum berharga. Saat kontraktor listrik dari Asia Pasifik duduk bersama, Indonesia punya kesempatan untuk menunjukkan kapasitasnya. Ini forum berbagi pengetahuan, pengalaman, dan membangun jejaring. Kami ingin kontraktor nasional menjadikannya batu loncatan untuk masuk ke pasar global,” tulis Jisman.
Membangun Daya Saing Lewat Langkah Nyata
Jisman percaya, kontraktor listrik Indonesia bisa bersaing di tingkat regional bahkan global, asalkan berani melangkah dengan strategi yang jelas. “Langkah pertama adalah meningkatkan kapasitas teknis. Tenaga kerja kita harus bersertifikasi, menguasai teknologi baru, dan terbiasa dengan standar internasional,” katanya.
Langkah berikutnya adalah memperkuat manajemen dan efisiensi operasional. Perencanaan yang matang, keselamatan kerja, hingga mutu proyek harus jadi budaya kerja, bukan sekadar kewajiban. “Terakhir, jangan ragu memperluas jejaring internasional. Dunia ini luas, dan peluang ada di luar sana. Kita harus berani keluar dari zona nyaman,” ujarnya penuh keyakinan.
Peran Pemerintah: Memberi Jalan, Bukan Sekadar Aturan
Jisman menegaskan, Kementerian ESDM tidak ingin kontraktor listrik nasional berjalan sendiri. Lewat kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), pemerintah mendorong agar barang, jasa, dan tenaga kerja lokal semakin terlibat dalam setiap proyek. “Semakin tinggi nilai TKDN, semakin besar peluang kontraktor nasional untuk ikut serta. Inilah cara kita memperkuat industri dalam negeri,” tegasnya.
Tak hanya itu, pemerintah menghadirkan sistem digital Si Ujang Gatrik, sebuah pasar terbuka yang membuat kontraktor lebih mudah dikenal dan pemilik proyek lebih cepat menemukan mitra kerja. Menurut Jisman, inilah wujud konkret bahwa negara hadir, bukan hanya lewat regulasi, tetapi juga fasilitas.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Meski peluang terbuka, Jisman tidak menutup mata terhadap berbagai kendala. Kontraktor kecil dan menengah masih terbatas dalam teknologi dan kapasitas manajerial. Akses pembiayaan kerap menjadi hambatan besar, apalagi untuk proyek EPC yang membutuhkan modal kerja tinggi sejak awal.
“Dan kita tidak bisa mengabaikan persaingan dengan kontraktor asing. Mereka sudah punya jam terbang tinggi, efisiensi, dan pengalaman internasional. Karena itu, kontraktor kita harus terus belajar, berbenah, dan berani meningkatkan kualitas,” ujarnya, seolah memberi dorongan agar kontraktor nasional tak gentar menghadapi tantangan.
AKLI dan Peluang Energi Bersih
Di mata Jisman, AKLI punya peran vital. Ia menyebut asosiasi ini sebagai jembatan aspirasi kontraktor sekaligus mitra pemerintah dalam menyusun kebijakan. “AKLI bukan hanya wadah, tapi rumah bersama. Di sinilah kontraktor dibina, diberi pelatihan, sertifikasi, hingga pendampingan. Semua agar kontraktor kita bisa bersaing dan tetap patuh pada regulasi,” jelasnya.
Lebih jauh, Jisman melihat peluang besar di sektor energi bersih. Saat ini, lebih dari 500 badan usaha sudah memiliki legalitas untuk menggarap proyek energi terbarukan. “Tenaga surya, angin, bioenergi, hingga penyimpanan energi, semuanya terbuka luas. Kita tidak boleh hanya jadi penonton. Kontraktor Indonesia harus ada di garis depan transisi energi,” katanya penuh semangat.
NIDI: Transparansi di Era Digital
Jisman juga menekankan pentingnya penerapan Nomor Identitas Instalasi (NIDI) sebagai bagian dari transformasi digital sektor kelistrikan. NIDI diharapkan menjamin akurasi data, transparansi, dan keselamatan instalasi listrik. “Dengan NIDI, konsumen terlindungi, kontraktor punya kepastian, dan kualitas instalasi nasional semakin baik. Inilah wajah baru pelayanan publik yang lebih modern,” tegasnya.
Harapan untuk Indonesia
Di akhir pesannya, Jisman tak sekadar menyampaikan gagasan, tapi juga harapan yang menyentuh. Baginya, Konferensi AFEEC–FAPECA 2025 adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan.
“Kontraktor listrik Indonesia punya potensi besar. Yang dibutuhkan adalah keberanian, kerja keras, dan kemauan untuk terus belajar untuk menjadi pemain penting di panggung global,” tutupnya dengan optimisme.
