Listrik Indonesia | Forum tahunan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025, yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), menghasilkan tiga rekomendasi utama untuk mempercepat dan memperkuat transisi energi nasional agar lebih berdampak.
Kegiatan yang didukung oleh British Embassy Jakarta melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI) ini menjadi wadah penting bagi para pemangku kepentingan energi nasional dalam merumuskan strategi menuju net zero emission (NZE) 2060 atau lebih cepat, sebagaimana diamanatkan dalam Permen ESDM No.10/2025 dan PP No.40/2025.
Dalam forum tersebut, ICEF dan IESR menilai target bauran energi terbarukan sebesar 19–23 persen pada 2030 dan 70–72 persen pada 2060 masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan potensi energi terbarukan Indonesia yang mencapai lebih dari 3.600 GW. Karena itu, IETD 2025 mendorong pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang lebih ambisius dan terstruktur agar transisi energi dapat berlangsung lebih cepat dan memberikan dampak nyata.
Tiga Strategi Utama Transisi Energi
IETD 2025 merumuskan strategi jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mempercepat transisi energi:
1. Strategi Jangka Pendek (1–2 tahun):
- Integrasi Program 100 GW PLTS dan Baterai Tersebar ke dalam rencana pembangunan ekonomi desa berbasis energi terbarukan, dengan payung regulasi kuat (Keppres/Perpres).
- Penambahan kuota PLTS atap guna mendorong partisipasi masyarakat, komunitas, dan industri.
- Penerapan konsep Penggunaan Bersama Jaringan Transmisi (PBJT) untuk memperluas akses energi terbarukan bagi industri.
Fabby Tumiwa, CEO IESR, menegaskan bahwa penerapan PBJT akan menguntungkan semua pihak—pemerintah, industri, dan masyarakat—tanpa membebani APBN. “Program 100 GW PLTS dapat menjadikan Indonesia model transisi energi bagi negara berkembang serta menumbuhkan industri rantai pasok energi surya dan baterai,” ujarnya.
2. Strategi Jangka Menengah (3–4 tahun):
IETD merekomendasikan enam langkah lanjutan untuk memperkuat enabling condition transisi energi:
- Meningkatkan edukasi dan partisipasi publik agar mendukung program 100 GW PLTS.
- Menyiapkan regulasi agar proyek energi terbarukan lebih bankable dan rendah risiko.
- Menyelaraskan instrumen keuangan dan pasar karbon dengan peta jalan yang jelas.
- Memperbaiki operasi sistem kelistrikan dan meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan.
- Mengarusutamakan keterampilan pekerjaan hijau (green jobs) dalam pendidikan vokasi.
- Membangun ekosistem hidrogen hijau melalui efisiensi teknologi dan insentif sektor prioritas.
Sripeni Inten Cahyani, Anggota ICEF, menekankan pentingnya peran Bappenas, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Kementerian Pendidikan Tinggi dalam mempersiapkan tenaga kerja hijau yang adaptif terhadap perkembangan industri energi.
3. Strategi Jangka Panjang:
Untuk memastikan keberlanjutan transisi energi, IETD 2025 menekankan pentingnya landasan hukum yang kuat dan kepemimpinan pemerintah dalam menjaga konsistensi kebijakan jangka panjang.
“Transisi energi adalah proses transformasi besar yang memerlukan arah dan kebijakan yang kokoh. Pemerintahan Presiden Prabowo perlu mempercepat pembahasan UU Energi Baru dan Terbarukan serta UU Ketenagalistrikan agar mendukung quick wins yang sudah disiapkan,” jelas Sripeni.
Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) merupakan forum energi berskala nasional yang telah digelar sejak 2018. Tahun 2025 menjadi edisi kedelapan dengan tema “Delivering Impactful Energy Transition”, yang menekankan pentingnya kolaborasi nyata antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil untuk menciptakan transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan. (*)
