Listrik Indonesia | Transisi energi menuju ekonomi rendah emisi membutuhkan investasi dalam jumlah sangat besar. Pemerintah menegaskan bahwa pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saja tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025 bertema "Utilizing Planet Finance for Energy", Direktur Kerja Sama Multilateral dan Keuangan Berkelanjutan Kementerian Keuangan, Boby Wahyu Hermawa, mengungkapkan bahwa pendanaan menjadi tantangan utama dalam mempercepat transisi energi nasional.
"Transisi energi sudah menjadi agenda utama dalam perekonomian kita dan juga bagian penting dari keberlanjutan fiskal. Namun, skalanya sangat besar, hampir mencapai Rp4.000 triliun, di mana sekitar 87 persen dari total kebutuhan tersebut untuk sektor energi," ujar Boby di Jakarta.
Menurutnya, kemampuan APBN dalam membiayai kebutuhan tersebut masih sangat terbatas. Berdasarkan hasil budget tagging yang dilakukan sejak 2016 hingga 2018, kontribusi APBN untuk pendanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim rata-rata hanya sekitar 13 persen.
"Artinya, sekitar 87 persen dari kebutuhan pembiayaan transisi energi harus melibatkan partisipasi aktif sektor swasta dan dukungan internasional," jelasnya.
Untuk mendorong hal tersebut, Kementerian Keuangan telah menyiapkan tiga pilar kebijakan utama guna menarik minat investor swasta. Salah satunya melalui skema kemitraan pemerintah-swasta atau Public Private Partnership (PPP).
Namun, Boby menilai skema PPP masih menghadapi tantangan agar lebih menarik bagi investor. "Kalau kita ingin pembiayaan transisi energi berjalan optimal, syarat pertama adalah memperbaiki tata kelola PPP. Karena meskipun sudah lama dikembangkan, PPP belum menjadi pilihan utama bagi banyak pihak," tuturnya.
Ia menambahkan, dalam praktiknya, sejumlah proyek yang masuk ke dalam daftar PPP justru sering kali bukan proyek prioritas. "Kadang proyek-proyek yang ditawarkan adalah proyek yang tidak diminati, bahkan oleh kementerian atau lembaga pengusulnya sendiri. Kalau pemerintah saja tidak menunjukkan minat yang kuat, bagaimana swasta mau tertarik?" kata Boby.
Boby menegaskan, keberhasilan skema pembiayaan seperti PPP dan blended finance sangat bergantung pada tersedianya daftar proyek yang layak secara finansial, dukungan penuh dari pemerintah pusat dan daerah, serta komitmen politik jangka panjang.
"Dukungan kebijakan yang konsisten dan proyek yang benar-benar siap akan menjadi kunci untuk menarik investasi sektor swasta dan mitra internasional dalam mendukung pembiayaan transisi energi," pungkasnya.
