Listrik Indonesia | Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot mengatakan, pemerintah berkomitmen membangun 48.000 kilometer jaringan transmisi listrik dalam sepuluh tahun ke depan. Hal ini disampaikan usai menghadiri 43rd ASEAN Minister on Energy Meeting (AMEM) & Associated Meeting di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (16/10). Pembangunan jaringan transmisi tersebut menjadi bagian dari rencana penguatan sistem ketenagalistrikan nasional sekaligus mendukung integrasi kelistrikan antarnegara Asia Tenggara melalui kerja sama ASEAN Power Grid (APG).
"Adanya integrasi antar grid di ASEAN, dari sisi petanya kita sudah melihat bahwa ini bisa dilakukan karena kebutuhan energi untuk ASEAN ke depan itu akan terjadi peningkatan. Dengan peningkatan signifikan, Indonesia harus siap menjadi hub energi untuk ASEAN," ujar Yuliot.
Menurut Yuliot, pembangunan jaringan transmisi sepanjang 48.000 kilometer akan dimasukkan ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Selain memperkuat sistem nasional, langkah ini juga bertujuan mendukung konektivitas kelistrikan antarnegara di kawasan ASEAN.
Saat ini, Indonesia telah menjalin kerja sama interkoneksi listrik dengan Malaysia, terutama untuk wilayah Kalimantan yang berbatasan langsung dengan negara tersebut. Total impor listrik dari Malaysia mencapai sekitar 200 megawatt (MW). "Ini kan sudah berjalan dan juga ini lagi perpanjangan perizinan dan itu juga kita lakukan fasilitasi," terangnya.
Pemerintah juga telah memetakan kebutuhan investasi sebesar Rp600 triliun untuk pembangunan jaringan transmisi dan penguatan konektivitas energi lintas negara. Sumber pendanaan tersebut tidak hanya berasal dari pemerintah, tetapi juga melibatkan sektor swasta.
"Kebutuhan investasi kita sudah petakan, total investasi yang dibutuhkan sekitar 600 triliun rupiah. Itu tentu bukan hanya dari Pemerintah tetapi juga bagaimana kita mendorong swasta untuk bisa berinvestasi juga di national grid dan juga bagaimana integrasi antar ASEAN. Jadi ini kita membuka peluang investasi untuk itu," kata Yuliot.
Dalam kesempatan yang sama, Yuliot menegaskan pentingnya memastikan transisi energi di kawasan Asia Tenggara berjalan secara adil, teratur, dan inklusif. Setiap negara anggota ASEAN, menurutnya, memiliki kondisi nasional yang berbeda, sehingga kebijakan energi perlu disesuaikan agar tidak menimbulkan kesenjangan.
"Indonesia juga mendorong upaya transisi energi yang terus memprioritaskan ketahanan dan keterjangkauan energi, di samping keberlanjutan. Sehingga tidak ada negara anggota yang tertinggal," ujarnya.
Sebagai tambahan, di bawah kepemimpinan Malaysia, AMEM ke-43 menghasilkan beberapa capaian penting di bidang energi kawasan, termasuk pengesahan Nota Kesepahaman yang disempurnakan tentang Jaringan Listrik ASEAN (ASEAN Power Grid). Inisiatif ini diharapkan memperkuat kerja sama regional dalam penyediaan energi bersih dan berkelanjutan di Asia Tenggara.
