Current Date: Minggu, 23 November 2025

Kekayaan Gas Nasional Tersandera Infrastruktur

Kekayaan Gas Nasional Tersandera Infrastruktur
Lapangan Migas. (Dok: @tenderindonesiacom)

Listrik Indonesia | Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto menyampaikan bahwa potensi gas alam Indonesia masih belum dimanfaatkan secara optimal karena persoalan mendasar pada jaringan dan fasilitas pendukung. Hal tersebut ia ungkapkan dalam acara Road to CNBC Indonesia Awards 2025: Best Energy Companies, yang digelar beberapa waktu lalu dan dikutip pada Senin (17/11/2025). 

Sugeng menjelaskan bahwa Indonesia memiliki cadangan gas yang besar, namun sebagian berada di wilayah lepas pantai sehingga membutuhkan teknologi dan infrastruktur yang andal untuk dapat dimanfaatkan.

“Salah satu kelemahan kita ya, kalau kita tengok pemanfaatan gas alam itu adalah karena keterbatasan infrastruktur. Mengingat negara kita, negara kepulauan, di mana juga gas sebagian besar ada di offshore misalnya,” ujarnya.

Ia membandingkan kondisi Indonesia dengan sejumlah negara Eropa yang memiliki jaringan pipa gas besar dan terintegrasi. Menurutnya, hal tersebut membuat distribusi gas lebih efisien. Sementara di Indonesia, proses distribusi harus melalui tahapan pencairan menjadi LNG, pengangkutan, dan regasifikasi kembali sebelum digunakan. 

“Dari perut bumi gas dicairkan, lantas diangkut, ada biayanya lagi, lantas digasifikasi kembali. Ini semuanya ada biayanya lagi sampai di wellhead istilahnya,” kata Sugeng.

Padahal, ia menilai perusahaan nasional sebenarnya memiliki kapasitas untuk berperan lebih besar dalam pembangunan infrastruktur energi. Ia menyebut beberapa perusahaan rekayasa nasional yang dinilai mampu menangani proyek-proyek hulu maupun midstream. 

“Kita kenal company Indonesia yang sudah sangat luar biasa, misalnya ada Rekin, Rekayasa Industri, ada juga Mindo dan banyak lagi yang sudah mampu merancang bangun,” tuturnya.

Meski demikian, Sugeng menekankan bahwa peran swasta perlu diperkuat melalui dukungan kebijakan dan infrastruktur yang lebih merata. Ia menilai pembangunan jaringan pipa nasional harus dipercepat agar distribusi gas dari wilayah kaya cadangan dapat menjangkau pusat-pusat permintaan. 

“Sudah benar, periode lalu kita memprakarsai untuk dibangun namanya CISEM Cirebon–Semarang untuk pipeline. Sehingga menyambung nanti apalagi kalau Dumai–Sei Mangkei kita sudah bangun, maka dari Aceh sampai Surabaya sudah nyambung pipa,” jelasnya.

Menurut Sugeng, konektivitas jaringan gas ini dapat menjadi solusi agar kekayaan gas nasional tidak hanya tersimpan di bawah tanah, melainkan dimanfaatkan secara nyata untuk kebutuhan energi domestik.

Berdasarkan data SKK Migas dalam buku saku Kementerian ESDM Mei 2025, cadangan minyak Indonesia tercatat sebesar 4,31 miliar barel, sementara cadangan gas bumi mencapai 51,98 triliun kaki kubik (TCF). Saat ini terdapat 165 Wilayah Kerja (WK) migas, yang terdiri dari 105 WK eksploitasi, 43 WK eksplorasi, tiga WK eksplorasi yang masih dievaluasi, dan 14 WK dalam proses terminasi.

Hingga Juni 2025, lifting minyak nasional mencapai 578 ribu barel per hari atau sekitar 95,5 persen dari target APBN 2025. Sementara lifting gas berada di angka 5.483 MMSCFD, atau 97,4 persen dari target 5.628 MMSCFD. Total lifting minyak dan gas pada semester I 2025 mencapai 1,55 juta barel setara minyak per hari.

Sugeng menutup penjelasannya dengan mengingatkan bahwa pemanfaatan gas secara optimal membutuhkan dukungan kebijakan, efisiensi distribusi, dan pemerataan infrastruktur, agar kekayaan energi nasional benar-benar dirasakan oleh masyarakat luas.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Migas

Index

Berita Lainnya

Index