Listrik Indonesia | Belém, 21 November 2025 — Pemerintah Indonesia melalui PT PLN (Persero) memperkuat komitmennya dalam pengembangan pasar karbon internasional. Pada forum Seller Meets Buyer di Paviliun Indonesia dalam konferensi COP30 di Belém, Brasil, Kamis (13/11), PLN menandatangani dua perjanjian penting: Mutual Expression of Intent dengan Pemerintah Norwegia melalui Global Green Growth Institute (GGGI), serta Memorandum of Understanding dengan perusahaan Jepang, Carbon Ex Inc. Kolaborasi ini menjadi langkah strategis dalam mempercepat pengembangan proyek rendah karbon dan memperkuat posisi Indonesia di pasar karbon global.
Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa kerja sama yang terjalin ini menjadi bagian penting dari kontribusi Indonesia dalam upaya penurunan emisi global.
“Indonesia memanfaatkan momentum ini untuk menunjukkan kemampuan dalam mendukung target penurunan emisi gas rumah kaca melalui mekanisme perdagangan karbon yang diatur dalam Pasal 6 Paris Agreement,” ujarnya.
Direktur Teknologi, Engineering dan Keberlanjutan PLN, Evy Haryadi, menjelaskan bahwa PLN bersama Pemerintah kini berperan sebagai katalis dalam mendorong pasar karbon lintas negara, seiring percepatan transisi energi menuju target net zero emissions di berbagai belahan dunia.
“Seluruh negara tengah bergerak menuju Net Zero Emissions. Indonesia pun mengambil langkah serius, dan PLN berkomitmen mencapai NZE pada 2060. Untuk mewujudkan ambisi tersebut, kolaborasi bukan sekadar pilihan, melainkan kebutuhan,” kata Evy.
Ia menambahkan bahwa Pemerintah telah meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW), dengan 76 persen atau 52,9 GW berasal dari energi baru terbarukan dan fasilitas penyimpanan. Infrastruktur hijau ini diperkirakan menghasilkan lebih dari 1.000 terawatt-jam listrik bersih dalam sepuluh tahun, sehingga membuka ruang yang luas bagi pengembangan energi hijau.
“Indonesia memiliki peluang besar memimpin transisi energi bersih dan mendorong transformasi ekonomi hijau. Kami ingin menjadi pemimpin tidak hanya di kawasan, tetapi juga secara global dengan menyediakan pasokan energi hijau yang melimpah bagi pelanggan,” lanjut Evy.
Untuk mendukung dekarbonisasi industri, PLN menyediakan dua produk utama berbasis atribut hijau. Pertama, Unit Karbon yang memungkinkan perusahaan mengimbangi emisi melalui proyek-proyek pengurangan atau penyerapan emisi yang tersertifikasi secara nasional maupun internasional. Kedua, layanan green energy seperti Renewable Energy Certificate (REC) dan Dedicated Green Energy Sources yang memberikan akses langsung ke listrik terbarukan dari aset PLN.
“Unit Karbon dan REC memberikan pengakuan resmi atas penggunaan energi terbarukan, serta menjadi instrumen penting untuk mempercepat dekarbonisasi berbagai sektor,” jelas Evy.
PLN juga membuka peluang forward offtake untuk tiga proyek bersertifikasi Gold Standard dengan potensi penurunan emisi sekitar 1,5 juta ton CO2e. Salah satu proyek tersebut adalah PLTS ground-mounted berkapasitas 50 MW lengkap dengan baterai di Ibu Kota Nusantara.
“Langkah ini merupakan bagian dari transformasi sektor kelistrikan Indonesia menuju ekosistem energi yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing internasional. Dengan dukungan investor dan mitra teknologi, kita dapat mempercepat realisasi proyek strategis yang memberikan dampak nyata bagi penurunan emisi,” pungkas Evy.
PLN Jalin Kerja Sama dengan Norwegia dan Jepang untuk Perkuat Pasar Karbon Global di COP30
PLN Jalin Kerjasama dengan Norwegia dan Jepang di COP30
.jpg)
