Current Date: Kamis, 25 September 2025

Menuju Net Zero 2050: Wärtsilä Tekankan Pentingnya Teknologi Fleksibel

Menuju Net Zero 2050: Wärtsilä Tekankan Pentingnya Teknologi Fleksibel
Wärtsilä Crossroads to Net Zero

Listrik Indonesia | Laporan terbaru Wärtsilä Corporation mengungkapkan bahwa penerapan teknologi pembangkit listrik penyeimbang dapat menghemat hingga €65 triliun pada tahun 2050. Dalam diskusi yang diadakan di Jakarta, Wärtsilä memaparkan hasil laporan bertajuk “Crossroads to Net Zero”, menyoroti pentingnya integrasi teknologi penyeimbang untuk mendukung energi terbarukan yang berkelanjutan. 

Febron Siregar, Direktur Penjualan Wärtsilä Energy Indonesia, menegaskan bahwa masa depan energi bersih tidak cukup hanya mengandalkan energi terbarukan seperti angin dan surya. "Pencapaian target emisi nol bersih Indonesia pada tahun 2060 memerlukan pendekatan yang lebih fleksibel. Teknologi penyeimbang listrik memainkan peran penting dalam memastikan stabilitas dan efisiensi sistem kelistrikan," jelasnya. 

Dalam laporan tersebut, Wärtsilä membandingkan dua jalur menuju dekarbonisasi pada 2025–2050: pertama, dengan hanya energi terbarukan dan penyimpanan energi; kedua, dengan menambahkan teknologi penyeimbang untuk mendukung energi terbarukan. Pemodelan menunjukkan bahwa jalur dengan teknologi penyeimbang menghasilkan efisiensi biaya dan pengurangan emisi yang signifikan. 

Keuntungan Utama Jalur Teknologi Penyeimbang 

• Efisiensi Biaya
Mengurangi biaya sistem tenaga listrik global hingga 42%, setara dengan penghematan kumulatif sebesar €65 triliun. 

• Pengurangan Emisi
Penambahan daya penyeimbang dapat menurunkan emisi CO? kumulatif sektor kelistrikan hingga 21% atau sekitar 19 gigaton. 

• Pengurangan Energi Terbuang
Teknologi penyeimbang mampu mengurangi energi yang terbuang hingga 88%, setara dengan menghindari pembatasan 458.000 TWh energi—cukup untuk kebutuhan listrik dunia selama 15 tahun. 

• Pengurangan Kebutuhan Kapasitas Terbarukan
Dengan teknologi penyeimbang, kapasitas energi terbarukan dan lahan yang dibutuhkan dapat dikurangi hingga separuh. 

Peran Indonesia dalam Transisi Energi 

Febron mengungkapkan bahwa untuk mencapai target emisi nol bersih, Indonesia perlu meningkatkan kapasitas energi terbarukan secara signifikan. "Misalnya, di jaringan Sulawesi, kapasitas tenaga surya harus meningkat empat kali lipat dari target 300 MW menjadi 1.200 MW pada 2030," ujarnya. 

Indonesia juga telah memasukkan gas sebagai bahan bakar transisi dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Rencana tersebut mencakup penambahan kapasitas gas sebesar 20 GW pada 2040 untuk mendukung pertumbuhan energi terbarukan.  

Anders Lindberg, Presiden Wärtsilä Energy, menekankan pentingnya bertindak segera. "Meskipun energi terbarukan semakin banyak digunakan, fleksibilitas tetap menjadi kunci untuk mencapai masa depan energi bersih," kata Lindberg. Ia juga menyoroti perlunya perombakan pasar listrik untuk mendukung teknologi penyeimbang dan mendorong penggunaan bahan bakar berkelanjutan. 

Laporan Wärtsilä menjadi pengingat bahwa percepatan transisi energi memerlukan strategi yang holistik, tidak hanya berfokus pada energi terbarukan, tetapi juga integrasi teknologi yang mampu memberikan fleksibilitas dan efisiensi. Dengan langkah-langkah strategis, Indonesia dan dunia dapat mempercepat perjalanan menuju emisi nol bersih secara lebih ekonomis dan berkelanjutan.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Teknologi

Index

Berita Lainnya

Index