Listrik Indonesia | Di tengah kabar kembalinya Amerika Serikat memberikan dukungan terhadap penggunaan batu bara, pemerintah Indonesia menegaskan tetap berkomitmen pada pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menekankan bahwa arah kebijakan energi nasional masih konsisten pada transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.
“Dalam RUPTL nanti, porsi EBT akan semakin besar. Berapa kapasitasnya, akan dipastikan setelah dokumen final keluar. Tapi yang jelas, ada tambahan signifikan, termasuk dari proyek seperti PLTP Banda Baru. Jadi tetap, porsi EBT akan sangat dominan,” ujar Eniya saat ditemui media pada Senin (14/4).
Meski batu bara masih menjadi perhatian global, menurut Eniya, pemerintah tidak sekadar mengandalkan eksploitasi konvensional. Sebaliknya, pendekatan hilirisasi dijalankan untuk meningkatkan nilai tambah batu bara, antara lain melalui teknologi gasifikasi yang mampu menghasilkan syngas untuk diolah menjadi DME (dimethyl ether) dan hidrogen.
“Batu bara berkalori rendah bisa dimanfaatkan melalui gasifikasi. Proses ini menghasilkan syngas, yang mengandung hidrogen, lalu dapat diolah menjadi DME. Inilah bentuk hilirisasi yang saat ini didorong oleh Kementerian ESDM,” jelasnya.
Di sisi lain, Eniya juga menanggapi dinamika global terkait transisi energi. Salah satunya, langkah Amerika Serikat yang mundur dari kemitraan internasional Just Energy Transition Partnership (JETP). Meski demikian, ia memastikan bahwa program JETP di Indonesia tetap berjalan sesuai rencana.
“JETP kini dipimpin oleh Jerman, dengan dukungan aktif dari Komisi Eropa dan Jepang. Meskipun AS sudah tidak terlibat, komitmen dari negara-negara lain tetap kuat. Ini sudah dikonfirmasi dalam beberapa pertemuan terakhir,” pungkas Eniya.(KDR)
