Listrik Indonesia | Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, menegaskan bahwa rencana pemerintah untuk pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) harus dilakukan dengan perhitungan yang sangat hati-hati. Menurutnya, keputusan tersebut melibatkan dana yang tidak sedikit dan perlu dipastikan ada sumber energi pengganti yang dapat memenuhi kebutuhan listrik.
Baru-baru ini, perhatian tertuju pada rencana pensiun dini untuk pembangkit Independent Power Producer (IPP) milik PT Cirebon Electric Power (CEP), yang memiliki kapasitas 650 Mega Watt (MW). Eddy menyebutkan bahwa langkah ini akan sangat baik jika diimbangi dengan hadirnya pembangkit listrik baru yang menggunakan energi terbarukan sebagai pengganti.
“Jika bisa dipensiunkan, itu tentu akan sangat baik, dengan syarat ada pembangkit baru dari energi terbarukan yang menggantikan. Jadi, harus ada pengganti dari sumber energi terbarukan,” ujar Eddy dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (22/04/2025).
Eddy, yang sebelumnya menjabat sebagai Pimpinan Komisi VII DPR RI, mengungkapkan bahwa saat melakukan kalkulasi, dia memperkirakan bahwa biaya untuk pensiun dini PLTU Suralaya dan Cirebon bisa mencapai Rp 25 triliun. Menurutnya, ini adalah angka yang sangat besar dan harus dipertimbangkan dengan matang.
“Ini bukan angka kecil, jadi kita harus hati-hati dalam mengambil keputusan. Namun, jika semua persyaratan bisa dipenuhi dan kemampuan pendanaan tersedia, kenapa tidak?” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa pensiun dini PLTU Cirebon 1 merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam meratifikasi Perjanjian Paris untuk menurunkan emisi karbon secara signifikan. Bahlil mengungkapkan bahwa keputusan tersebut sudah diambil dan sesuai dengan kalkulasi ekonomi yang matang.
“Kami baru saja menandatangani Peraturan Menteri (Permen) 10 Tahun 2025 untuk pensiun dini PLTU Cirebon I yang berkapasitas 650 MW. Ini bagian dari komitmen kami untuk pengurangan emisi karbon,” kata Bahlil di Kementerian ESDM, Selasa (22/04/2025).
Meski demikian, Bahlil belum merinci waktu pelaksanaan dan besaran pendanaan untuk proyek tersebut. Ia menambahkan bahwa saat ini pemerintah sedang dalam proses negosiasi dengan Asian Development Bank (ADB) yang menjadi calon penyedia pendanaan utama bagi proyek ini.
“Kami telah menandatangani Permen tersebut sebagai syarat untuk mendapatkan pinjaman dalam bentuk green loan dari ADB. Kami sudah melakukan perhitungan ekonomi, di mana batubara akan digantikan dengan energi terbarukan,” tutup Bahlil.
