Listrik Indonesia | Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan langkah besar untuk memastikan seluruh wilayah Indonesia mendapatkan akses listrik.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI pada Senin (30/06/2025), Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jisman P. Hutajulu, menyampaikan bahwa total kebutuhan anggaran untuk program elektrifikasi nasional mencapai Rp50 triliun.
Angka tersebut dirancang untuk melistriki 10.068 lokasi yang hingga kuartal I 2025 masih gelap gulita atau hanya menikmati listrik kurang dari 24 jam. Anggaran terbesar dialokasikan untuk pembangunan jaringan distribusi dan pembangkit listrik, yakni sebesar Rp42,26 triliun. Sementara itu, Rp5,5 triliun ditujukan bagi 420 lokasi yang pelayanannya masih terbatas, dan Rp2,25 triliun lainnya untuk mendukung program bantuan pasang baru listrik (BPBL) bagi masyarakat tidak mampu.
"Untuk jaringan dan pembangkit saja butuh Rp42,26 triliun. Ditambah Rp5,5 triliun untuk 420 lokasi yang listriknya masih di bawah 24 jam. Lalu Rp2,25 triliun untuk BPBL,” jelas Jisman.
Wilayah Indonesia timur masih menjadi prioritas utama dalam roadmap elektrifikasi ini. Dari total kebutuhan anggaran, lebih dari separuhnya atau sekitar Rp25,15 triliun difokuskan untuk 5.555 lokasi di Maluku, Papua, dan Nusa Tenggara. Hal ini menegaskan komitmen pemerintah dalam mengejar pemerataan akses listrik, terutama di daerah tertinggal dan terpencil.
Selain itu, wilayah lain juga tercakup dalam program ini, dengan rincian sebagai berikut: Kalimantan membutuhkan Rp8,5 triliun untuk 1.099 lokasi, Sulawesi Rp4,53 triliun (799 lokasi), Sumatera Rp3 triliun (985 lokasi), dan Jawa Rp970 miliar untuk 1.630 lokasi.
Jisman menegaskan bahwa perencanaan proyek ini telah matang dan siap dijalankan. “Roadmap sudah jelas, jenis travo, kabel, semua sudah terperinci. Sekarang tinggal bagaimana kita menetapkan langkah pelaksanaannya,” tegasnya.
Terkait pendanaan, pemerintah membuka peluang dari berbagai sumber, baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Penyertaan Modal Negara (PMN), hingga kerja sama dengan pihak swasta maupun program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
“Ini bisa saja dibiayai oleh APBN, bisa PMN, bisa juga dari swasta atau CSR. Yang penting kita bergerak bersama,” tutup Jisman.
Upaya ini diharapkan menjadi titik balik untuk mewujudkan keadilan energi bagi seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang hingga Merauke.
.jpg)
