Current Date: Selasa, 18 November 2025

Aset Nuklir Terbengkalai, BRIN Ingatkan Ancaman Kerugian Rp70 Miliar

Aset Nuklir Terbengkalai, BRIN Ingatkan Ancaman Kerugian Rp70 Miliar
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko

Listrik Indonesia | Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memperingatkan potensi kerugian negara yang bisa mencapai hingga Rp70 miliar apabila pengalihan aset limbah radioaktif milik PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) atau Inuki tidak segera diselesaikan. 

Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menegaskan bahwa lambannya penanganan ini bukan hanya ancaman bagi anggaran negara, tetapi juga berisiko menciptakan kondisi darurat bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. 

Pernyataan ini disampaikan Handoko saat membacakan surat resmi BRIN kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tata Usaha Negara (Jamdatun), tertanggal 2 Juli 2025, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Senin (21/7). 

“Potensi kerugian negara akibat biaya dekontaminasi dan pelimbahan dapat mencapai Rp50-70 miliar, sementara nilai aset PT Inuki hanya sekitar Rp20 miliar,” ungkapnya. 

BRIN, kata Handoko, telah lama menyuarakan urgensi penanganan limbah radioaktif, terutama yang berada dalam kawasan mereka di Serpong. Namun, karena status hukum atas aset tersebut masih berada di bawah PT Inuki, BRIN tidak memiliki kewenangan untuk bertindak langsung. 

“Ini adalah momen paling krusial. Sejak BRIN terbentuk pada 2021, kami terus dorong agar limbah yang berada dalam lingkungan kami bisa ditangani dengan segera,” tegasnya. 

Salah satu contoh aset yang dimaksud adalah uranium dalam bentuk selang bahan bakar yang tersimpan di Gedung 60 Kawasan Nuklir Serpong. Meski tercatat memiliki nilai buku sekitar Rp6,4 miliar, uranium tersebut dinilai tidak lagi memiliki nilai manfaat karena telah dirakit dan tidak bisa digunakan kembali dalam reaktor BRIN. 

“Sebagian besar aset yang akan dialihkan memang sudah tak punya nilai ekonomis. Ini limbah, cacat produksi, dan tidak bisa dimanfaatkan kembali. Tapi jika tak ditangani, risikonya sangat besar,” tambah Handoko. 

Situasi ini menempatkan pemerintah pada dilema: mempertahankan aset yang tidak bernilai, atau mengambil langkah cepat agar potensi kerugian tidak berubah menjadi bencana. 

Dengan peringatan ini, BRIN berharap semua pihak, termasuk aparat penegak hukum dan kementerian terkait, dapat mempercepat proses pengalihan aset agar langkah mitigasi bisa segera dilakukan. 

Lambannya proses administratif dan ketidakjelasan kepemilikan disebut menjadi hambatan utama dalam menyelesaikan persoalan limbah nuklir yang telah mengendap lebih dari satu dekade.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Nuklir

Index

Berita Lainnya

Index