Listrik Indonesia | Ketersediaan energi yang merata menjadi salah satu tantangan utama sektor energi nasional. Permintaan gas bumi terus meningkat, khususnya di Sumatera dan Jawa, sedangkan infrastruktur distribusi belum sepenuhnya memadai. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), sebagai Subholding Gas Pertamina, memegang peran strategis dalam memperkuat infrastruktur gas bumi nasional guna menjawab tantangan mismatch antara lokasi produksi dan konsumsi.
Direktur Utama PGN, Arief S. Handoko, menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur menjadi aspek kunci dalam memperbaiki konektifitas distribusi gas. Hal tersebut ia ungkapkan dalam diskusi Coffee Morning beberapa waktu yang lalu, dikutip pada Selasa (22/07/2025).
"Berkaca dengan kondisi saat ini, permintaan gas bumi di wilayah Sumatera dan Jawa bagian barat sangat tinggi, namun masih terdapat kekurangan infrastruktur gas bumi yang memadai. Sementara itu, pasokan gas justru berlebih di wilayah Jawa Timur," ungkapnya.
Pernyataan Arief ini sejalan dengan pandangan Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas, Kurnia Chairi, yang menjelaskan bahwa secara nasional pasokan gas bumi Indonesia sebenarnya mencukupi. Namun, distribusi gas kerap terkendala oleh ketidaksesuaian antara lokasi produksi dan konsumsi.
Kurnia menambahkan bahwa meski Indonesia masih melakukan ekspor gas, terdapat wilayah tertentu yang belum terlayani optimal karena ketidakcocokan antara sumber pasokan dan konsumen.
“Tantangan selanjutnya adalah bagaimana PGN dapat memperoleh pasokan LNG secara kontinu dan sustain, dengan harga yang tetap kompetitif bagi pelanggan,” katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Indonesian Gas Society (IGS), Aris Mulya Azof, menilai pergeseran dari gas pipa ke LNG membawa tantangan tersendiri, khususnya dalam struktur harga yang mengikuti acuan internasional serta kebutuhan infrastruktur yang lebih kompleks. Menurut Aris, diperlukan kebijakan yang terintegrasi dari pemerintah guna mengantisipasi perubahan tersebut.
Saat ini, PGN tengah mengembangkan sejumlah proyek strategis yang mencakup infrastruktur pipa gas maupun LNG. Beberapa proyek yang sedang dikerjakan antara lain pembangunan Pipa Tegal-Cilacap, Terminal LNG Arun, serta revitalisasi FSRU dan tangki penyimpanan. PGN mengalokasikan sekitar 67 persen dari total belanja modal (capex) untuk memperkuat infrastruktur gas bumi tersebut.
Arief juga menyoroti empat faktor yang mempengaruhi kondisi gas nasional saat ini, yakni ketersediaan pasokan dari hulu (availability), ketersediaan infrastruktur (accessibility), keterjangkauan harga bagi pelanggan (affordability), dan keberlanjutan yang ditopang regulasi pemerintah (sustainability). Melalui strategi yang disebut G-A-S (Grow-Adapt-Step Out), PGN menargetkan penguatan infrastruktur gas agar akses energi bersih semakin luas.
Arief menutup dengan menyampaikan bahwa dukungan pemerintah sangat dibutuhkan agar PGN dapat memperoleh LNG dengan harga yang lebih terjangkau. Dengan dukungan tersebut, PGN berkomitmen memperluas penyaluran energi bersih ke seluruh wilayah Indonesia.
