Current Date: Kamis, 25 September 2025

Investor Siap Danai PLTSa Samarinda, Tapi Terkendala Volume Sampah

Investor Siap Danai PLTSa Samarinda, Tapi Terkendala Volume Sampah
Ilustrasi PLTSa

Listrik Indonesia | Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Samarinda makin mendekati kenyataan. Dukungan dari investor luar negeri dan kesiapan infrastruktur membuat proyek ini tampak menjanjikan. Namun, satu kendala mendasar masih menjadi batu sandungan: volume sampah belum mencukupi.

Kota Samarinda menjadi salah satu dari 33 daerah yang masuk dalam skema prioritas nasional untuk proyek Waste to Energy (WTE). Program ini merupakan bagian dari revisi Perpres Nomor 35 Tahun 2018 yang menekankan percepatan pengolahan sampah menjadi energi berbasis teknologi ramah lingkungan.

Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menyebut bahwa pemerintah kota sudah mengantongi berbagai prasyarat penting. Lahan seluas 30 hektare telah disiapkan di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sambutan, lengkap dengan status legal yang jelas. Regulasi terkait retribusi kebersihan pun telah diberlakukan, dan anggaran pengumpulan serta pengangkutan sampah rutin dianggarkan dalam APBD.

Yang jadi persoalan justru berasal dari substansi utama pembangkit itu sendiri: sampah. “Kita baru menghasilkan sekitar 610 ton per hari. Padahal syarat minimal dari investor dan ketentuan nasional adalah 1.000 ton per hari,” ujarnya usai rapat bersama tim teknis dan calon investor dari Malaysia serta Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia pada Selasa (29/7).

Danantara Indonesia menyatakan kesiapannya untuk mendanai proyek tersebut, asalkan volume sampah harian memenuhi ambang batas yang disyaratkan. Selama satu bulan ke depan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Samarinda bersama investor akan melakukan penghitungan ulang potensi sampah kota, termasuk dari daerah sekitar sebagai opsi penambahan volume.

“Kita tidak kekurangan lahan atau regulasi, yang belum cukup hanya sampahnya,” ujar Andi Harun.

Upaya pengembangan PLTSa di Samarinda mencerminkan tantangan unik dalam transisi menuju kota berenergi bersih. Bukan soal teknologi atau pendanaan, melainkan kemampuan menghadirkan ‘bahan bakar’ yang selama ini justru dianggap limbah.

Jika hitungan ulang DLH dan investor menemukan solusi untuk menutup kekurangan 400–500 ton sampah per hari, maka Samarinda bisa menjadi kota pertama di Kalimantan Timur yang mewujudkan pembangkit tenaga sampah skala besar. Proyek ini diharapkan tak hanya menyelesaikan persoalan sampah, tapi juga memperkuat pasokan energi bersih ke jaringan listrik nasional.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#PLTSa

Index

Berita Lainnya

Index