Investasi PLTSa akan Menyentuh Rp100 Triliun

Investasi PLTSa akan Menyentuh Rp100 Triliun
Wakil Ketua MPR RI sekaligus anggota Komisi XII DPR RI Eddy Soeparno serius mengawal pembangkit listrik tenaga sampah sebagai bagian dari watse to energy.

Listrik Indonesia | Ada misi khusus yang sedang dijalani Edy Mohammad Eddy Dwiyanto Soeparno di luar kesehariannya sebagai politisi. Permasalahan persampahan yang terlanjur akut di Tanah Air jadi perhatiannya. Ada upaya kuat untuk mengurainya lewat  proses waste to energy melalui pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

Entah mengapa Wakil Ketua MPR RI sekaligus anggota Komisi XII DPR RI yang membidani energi, lingkungan hidup, investasi dan hilirisasi ini begitu bersemangat ketika bicara masalah sampah di Indonesia. Bahkan demi memperoleh informasi pengelolaan sampah yang baik, Eddy sampai rela terbang jauh ke Seoul, Korea Selatan. Di dalam negeri, dia juga tergolong rajin mengunjungi beberapa PLTSa.

Dari guratan wajahnya tergambar kekhawatiran akan permasalahan sampah yang kronis. Mungkin atas dasar itu pula Eddy ingin mewakafkan waktunya untuk menjadi fasilitator dalam pengolahan sampah melalui implementasi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Dalam hal pengembangan PLTSa, Eddy pun memposisikan dirinya sebagai integrator dan fasilitator untuk melakukan dialog yang berkesinambungan demi terurainya permasalahan sampah dengan cara yang bernilai.

Sekadar informasi, potensi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Indonesia begitu besar. Yaitu sekitar 2-3 Gigawatt (GW). Dengan kapasitas ini, PLTSa harusnya dapat menjadi solusi strategis untuk dua tantangan sekaligus: tumpukan sampah perkotaan dan transisi energi bersih. Dan yang terpenting juga adalah PLTSa ini menghasilkan energi listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dalam satu kesempatan, Tim Listrik Indonesia (Damar Rusli dan Nukman Paluti) berhasil mewawancarai langsung Doktor Ilmu Politik Universitas Indonesia ini di Gedung Nusantara III DPR, Jakarta, pada 21 Agustus 2025 lalu. Berikut petikannya:

Dalam setahun terakhir, Pak Eddy begitu in charge dengan pengembangan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Ada apa? Pertama, kalau kita lihat secara kasat mata sampah itu problem di mana-mana. Saat keliling-keliling daerah saya kemudian banyak keluhan dari kepala-kepala daerah terkait permasalahan sampah. Permasalahannya karena ada berbagai regulasi yang kemudian membuat proses ini menjadi terlalu lama dan  sulit dijalankan. Di sisi lain, dari aspek ekonomi juga itu tidak bisa menarik investor.

Kabarnya untuk mengurai permasalahan sampah ini, Pak Eddy sampai harus terbang ke Seoul, Korea? Sampah sudah jadi problem yang akut di Indonesia. Sekitar 56 juta ton sampah diproduksi setiap tahunnya.  Dan dari jumlah sebanyak itu itu hanya 40 persen yang terkelola. Nah di situlah yang kemudian menggerakkan saya untuk ikut menjalin dialog dan diskusi untuk merumuskan bagaimana kita bisa menyelesaikan permasalahan sampah ini.

Dalam beberapa kunjungan, khususnya di luar negeri, saya lihat bagaimana sampah itu kemudian dikelola oleh pemerintah kota-kota dengan baik. Terakhir saya ke Seoul, Korea. Di situ mereka menggunakan teknologi insinerator, bakar sampah. Dan itu saya lihat cukup berhasil dengan baik. (Insinerasi adalah teknologi yang menjanjikan untuk mengelola sampah perkotaan dengan efisien).

Mengapa di sana sampah bisa dikelola dengan baik bahkan menjadi manfaat, waste to energy. Apa kuncinya? Pertama regulasinya tidak boleh berbelit-belit. Kedua, tarif penjualan listriknya itu harus menarik agar investor mau menanamkan dananya untuk membangun pembangkit listrik sampah.

Menurut Pak Eddy, langkah apa yang perlu diambil untuk mengurai permasalahan sampah menjadi bernilai listrik? Langkah pertama yang dilakukan adalah bagaimana kita mengubah atau  melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah. Ini masih berproses. Tapi intinya adalah pengelolaan sampah perizinannya dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Selama ini yang mengeluarkan izin adalah kepala daerah. Selama ini prosesnya menjadi panjang dan ruwet. Belum lagi keekonomiannya tidak memadai.

Bagaimana dengan tingkat keekonomiannya sampah sebagai source pembangkit listrik? Kita nanti akan melakukan percepatan dari aspek regulasi, karena ditarik ke pusat. Kedua, daerah itu nanti hanya menyediakan dua hal. Pertama lahan dan kedua adalah menyediakan sampahnya. Di sini harus ada kepastian penyediaan sampah, sekurangnya 1.000 ton per hari.

Artinya 1.000 ton per hari itu yang dibakar dan dijadikan energi listrik? Ya, sampah itu dibakar. Hasil pembakarannya itu menghasilkan energi. Dan listriknya itu kemudian diberikan ke PLN dengan harga kurang lebih US$20 cent per kWh.

Dimana saja insenerator yang sudah beroperasi? Untuk insenerator yang sudah beroperasi saat ini ada di Solo dan di Benowo, Surabaya. Itu kurang lebih biayanya US$13,5 cent. Jadi sebuah kemajuan yang sangat besar sehingga diharapkan akan menarik minat dari investor untuk mengelola sampah. Karena hasilnya ada energi dibeli dengan harga dengan keekonomian yang baik.

Kembali ke soal Perpres tadi pak yang akan memantik pengembangan bisnis PLTSa, kapan ditargetkan Perpres itu keluar? Saya pikir dalam hitungan minggu ini selesai. Mungkin September 2025 sudah keluar. Mudah-mudahan ini bisa jalan untuk mempercepat pengembangan PLTSa,  karena dengan demikian dibuka pintu bagi investor untuk bisa masuk. Apalagi jika melihat tarif listrik yang akan dibeli oleh PLN begitu menarik.

Berarti Perpres tersebut pro-investor ya? Saya kira begini, ini bukan pro-investor tetapi pro-penanggulan sampah.

PLTSa ini juga nanti jadi proyek strategis juga ya Pak? Iya betul. Saat ini sudah direncanakan akan dibangun 33 insenerator di seluruh Indonesia. Nilai satu insenerator itu kurang lebih Rp3 triliun. Jadi investasinya mencapai kurang lebih Rp100 triliun. Untuk membangun insenerator ini yang membakar sampah diperkirakan nanti di tahun 2028 itu mungkin 2/3 problem sampah yang kita miliki sekarang itu sudah bisa diselesaikan.

Terakhir, apa harapan dan target Pak Eddy terkait PLTSa Indonesia? Saya berharap bahwa dengan adanya pembangunan PLTSa itu problem sampah yang ada di Indonesia bisa tertangani secara permanen. Karena dengan adanya PLTSa itu beban penanggulangan sampah yang selama ini menjadi beban besar bagi pembangunan itu bisa tertangani dengan intervensi dari Pemerintah Pusat.

 

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#PLTSa

Index

Berita Lainnya

Index