Harga Batu Bara Anjlok, Rencana Bea Keluar Dinilai Timbulkan Masalah Baru

Harga Batu Bara Anjlok, Rencana Bea Keluar Dinilai Timbulkan Masalah Baru
Ikustrasi Tambang Batu Bara

Listrik Indonesia | Rencana pemerintah untuk menerapkan bea keluar pada komoditas emas dan batu bara memicu kekhawatiran serius dari dunia usaha. Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, menilai kebijakan tersebut berpotensi menekan sektor pertambangan yang saat ini tengah menghadapi penurunan harga batu bara di pasar global. 

Dalam pernyataannya, Bambang menyampaikan aspirasi pelaku usaha yang menyebut bahwa margin keuntungan saat ini sudah sangat tipis, bahkan hanya berada di kisaran 5 persen. Bila bea keluar sebesar 7,5 persen diberlakukan, margin tersebut diperkirakan akan habis dan tidak menyisakan ruang keuntungan sama sekali. 

“Ketika harga batubara sedang turun dan margin hanya 5 persen, penambahan bea keluar 7,5 persen itu sama saja menghilangkan keuntungan,” jelas Bambang dalam siaran wawancaranya, dikutip Senin, (8/11/2025). 

Usulkan Penentuan Baseline Harga dan Dialog Pemerintah–Pengusaha 

Bambang menekankan bahwa bea keluar dapat diterapkan bila harga komoditas berada pada level tinggi. Karenanya, ia mendorong pemerintah untuk duduk bersama pelaku usaha guna menentukan batas ambang (baseline) harga yang menjadi acuan sebelum kebijakan tersebut diberlakukan. Langkah itu diharapkan menjaga kepastian iklim investasi. 

Menurutnya, tanpa perhitungan yang tepat, kebijakan fiskal justru bisa memicu kontraksi pada industri tambang yang menjadi penyumbang besar penerimaan negara. 

Bambang juga menyoroti struktur biaya fiskal yang saat ini dinilai sudah berlapis. Industri batu bara, khususnya dengan nilai kalori GAR 4200, disebut menghadapi biaya produksi yang berada pada titik impas di sekitar US$40. Sementara harga batu bara saat ini berada di level US$44. 

“Dengan penambahan bea keluar, keuntungan akan hilang. Artinya industri tidak lagi bergairah,” tegasnya. 

Fokus Hilirisasi dan Produk Turunan 

Alih-alih mengenakan bea keluar pada komoditas mentah, pemerintah diminta lebih bijak dengan mendorong hilirisasi, misalnya untuk produk turunan seperti gravite, synthetic gas, maupun produk berbasis olahan lainnya yang memiliki nilai tambah tinggi. 

“Kalau semua barang mentah dikenakan bea, kapan hilirisasi akan berkembang?” ujarnya. 

Dampak pada Daya Saing dan Kewajiban DMO 

Bambang mengingatkan bahwa kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) sudah diterapkan untuk menjaga pasokan dalam negeri, terutama untuk sektor ketenagalistrikan. Bila ditambah dengan bea keluar, daya saing ekspor batu bara Indonesia dapat melemah. 

“Kebijakan ini berpotensi menurunkan daya tawar kita di pasar global, terutama jika diterapkan saat harga komoditas rendah,” katanya. 

Bambang berharap pemerintah memastikan pelaku usaha tetap memiliki ruang keuntungan agar dapat berkontribusi pada penerimaan negara melalui pembayaran pajak. 

Ia menyarankan Menteri Keuangan untuk menyiapkan Tax Forecasting Plan agar strategi pembiayaan negara lebih terencana dan menyesuaikan dinamika ekonomi global. 

“Biarkan pengusaha memperoleh untung yang wajar, sehingga negara juga dapat pemasukan,” pungkasnya.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Batu bara

Index

Berita Lainnya

Index