Listrik Indonesia | Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa rencana penerapan bea keluar batubara pada 2026 menjadi langkah strategis pemerintah untuk menutup kerugian negara yang muncul akibat kebijakan perpajakan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Kebijakan sebelumnya memungkinkan terjadinya lonjakan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari pelaku usaha batubara.
Purbaya menjelaskan, sejak UU Cipta Kerja diberlakukan, banyak perusahaan batubara mengajukan restitusi PPN kepada negara. Akibatnya, dalam satu tahun pemerintah harus mengembalikan PPN hingga sekitar Rp25 triliun, jumlah yang dinilai membebani fiskal negara.
“Industri batubara cukup lihai memanfaatkan celah regulasi yang saat itu berhasil lolos dalam pembahasan dengan DPR. Bisa jadi pemerintah kurang cermat menghitung dampaknya. Negara akhirnya menanggung kerugian besar dan itu cukup aneh,” ujar Purbaya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senin (8/12/2025).
Ia menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja mengubah status batubara dari non-barang kena pajak menjadi barang kena pajak. Dengan rencana pengenaan bea keluar mulai 2026, pemerintah berharap kerugian fiskal akibat restitusi dapat ditekan.
“Setidaknya, saya berharap bisa memulihkan kembali potensi kehilangan dana sebesar Rp25 triliun yang selama ini mengalir ke industri batubara,” tegasnya.
Pemerintah menargetkan tarif bea keluar batubara berada pada kisaran 1 hingga 5 persen. Kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan penerimaan negara, terutama setelah sebelumnya negara dinilai justru menanggung beban akibat kebijakan perpajakan yang ada.
“Jika dihitung secara keseluruhan, pendapatan bersih dari industri batubara bukan hanya kecil, tapi justru negatif. Dengan aturan yang ada, pemerintah seperti memberi subsidi kepada sektor yang sebenarnya sudah meraih keuntungan besar,” kata Purbaya.
Pemerintah Siapkan Bea Keluar Batubara 2026 untuk Tutup Kerugian Fiskal
Menteri Keuangan, Purbaya

