Listrik Indonesia | Industri panel listrik di Indonesia menghadapi tantangan besar. Pasar sektor komersial yang mulai jenuh mendorong para pelaku usaha untuk mencari peluang baru di sektor industri. Namun, dominasi investor asing menjadi hambatan utama bagi produsen lokal dalam memperluas cakupan bisnisnya.
Abraham Handojo, Ketua Panel TR Non-Utilitas Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI), mengungkapkan bahwa persaingan dalam industri panel listrik kini semakin ketat, baik dari segi jumlah pelaku usaha maupun dari sisi segmentasi pasar.
“Meski jumlah panel maker luar biasa banyak, namun kami jarang bersinggungan dengan produsen-produsen nonkomersial,” ucap Abraham Direktur Utama PT Jefta Prakarsa Pratama (JPP), yang memproduksi panel listrik untuk pasar komersial. Menurutnya, PT JPP sejak awal sudah banyak bermain di pasar komersial seperti commercial building dan industri.
“Jadi untuk peluang di lokal masih sangat besar. Hanya memang segmentasinya terpilah-pilah. Ada yang market-nya di bawah, middle, atau di pasar premium,” tambahnya.
JPP sendiri telah lama berkecimpung dalam industri panel listrik, khususnya untuk pasar komersial dan industri. Dengan pengalaman panjang sejak berdiri pada tahun 1983, Jefta berhasil tumbuh dari sebuah usaha kecil di Pondok Cina menjadi salah satu produsen panel listrik utama di Indonesia. Dengan kapasitas produksi mencapai 3.000 unit per tahun, perusahaan ini tidak hanya mengandalkan pasar domestik, tetapi juga telah menembus pasar internasional seperti Papua Nugini dan Kenya.
Langkah strategis perusahaan terlihat dari berbagai proyek besar yang telah mereka tangani. Pada tahun 1992, Jefta mendapatkan kepercayaan untuk memproduksi panel kontrol AVR bagi Trafo Tegangan Ultra Tinggi 500KV dalam proyek darurat gardu induk Cibinong dan Sunyaragi. Sejak itu, produk mereka semakin mendapat tempat dalam proyek-proyek tegangan menengah di berbagai lokasi, termasuk Bellagio dan pabrik Temposcan di Cikarang.
Krisis ekonomi 1998 menjadi tantangan tersendiri bagi industri ini. Namun, Jefta justru memanfaatkannya sebagai momentum ekspansi. Perusahaan memperluas area produksi hingga 3.500 m² dan menginvestasikan peralatan canggih seperti European CNC Turret Punching Machines dan CNC Auto Servo E-brake Bender Machines. Langkah ini membuktikan bahwa inovasi dan investasi dalam teknologi menjadi kunci untuk bertahan di tengah gempuran produk impor.
Namun, persaingan global tetap menjadi ancaman serius bagi industri panel listrik lokal. Abraham menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam bentuk pendirian laboratorium uji yang canggih serta pemberian subsidi strategis bagi produsen lokal.
“Ini sangat dibutuhkan untuk menutup kesenjangan yang ada. Tanpa adanya lab pengujian yang memadai, kemampuan produk lokal untuk menandingi standar internasional akan selalu terbatas, sehingga sulit untuk menyerang balik dominasi produk impor,” katanya.
Meskipun penuh tantangan, peluang bagi panel maker lokal tetap terbuka lebar. Dengan inovasi, strategi pemasaran yang tepat, serta dukungan kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri, panel listrik buatan Indonesia masih memiliki potensi besar untuk berkembang dan bersaing di kancah global.
