Listrik Indonesia | Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi meluncurkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034 yang disusun oleh PT PLN (Persero). Dokumen ini menjadi landasan pengembangan sistem ketenagalistrikan nasional selama satu dekade ke depan dan diselaraskan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) serta Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).
RUPTL kali ini memuat arah transisi energi yang bertujuan mendukung pencapaian target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada 26 Mei 2025, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan pentingnya komitmen nasional dalam menjalankan transisi energi, terlepas dari dinamika di tingkat global.
"Komitmen Paris Agreement terkait transisi energi tidak lagi menjadi komitmen bersama dan beberapa negara keluar dari komitmen awal, namun kita harus konsisten untuk menjalankan ini dengan memperhatikan kemampuan kita dan tingkat ketersediaan energi dan keekonomian," ujar Bahlil.
Salah satu dampak nyata dari pelaksanaan RUPTL ini adalah terbukanya lebih dari 1,7 juta peluang kerja baru. Kebutuhan tenaga kerja ini mencakup berbagai tahapan proyek, dari perencanaan, pembangunan infrastruktur, hingga operasional. Pembangunan sektor manufaktur pendukung juga turut menyumbang penciptaan lapangan kerja, terutama yang berkaitan dengan energi baru terbarukan (EBT).
Pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 gigawatt (GW) hingga 2034. Sekitar 76 persen dari total kapasitas ini berasal dari EBT dan sistem penyimpanan energi. Pada lima tahun pertama, kapasitas 27,9 GW direncanakan dibangun, termasuk 12,2 GW dari EBT, 9,2 GW berbasis gas, 3 GW untuk sistem penyimpanan, dan 3,5 GW dari proyek batubara yang sudah dalam proses penyelesaian.
Memasuki lima tahun kedua, fokus akan diarahkan pada pengembangan EBT dan sistem penyimpanan energi sebesar 37,7 GW, yang mencakup 90 persen dari total kapasitas baru. Sementara itu, pembangkit fosil seperti batubara dan gas tetap berperan sebesar 3,9 GW.
Jenis pembangkit EBT yang dikembangkan terdiri dari tenaga surya (17,1 GW), angin (7,2 GW), panas bumi (5,2 GW), hidro (11,7 GW), dan bioenergi (0,9 GW). Selain itu, dua unit reaktor nuklir kecil juga akan dibangun di Sumatera dan Kalimantan, masing-masing dengan kapasitas 250 megawatt (MW).
Untuk menunjang keandalan sistem, pemerintah juga merancang pembangunan jaringan transmisi sepanjang hampir 48.000 kilometer sirkuit (kms) dan gardu induk dengan total kapasitas 108.000 MVA yang tersebar dari Sumatera hingga Papua.
"Semua desain ini, kalau jaringannya sudah mampu kita lakukan, tidak ada lagi masalah terhadap pembangkit yang kita akan bangun untuk energi baru terbarukan itu. Karena selama ini kalau kita bangun, tidak ada jaringannya, kasihan PLN bayar take or pay-nya 80% itu. Kita harus dukung penuh dengan memasang jaringan," jelas Bahlil.
Total nilai investasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan RUPTL ini mencapai Rp2.967,4 triliun. Investasi ini akan digunakan untuk pembangkit, transmisi, distribusi, dan program listrik desa. Sekitar 73 persen kapasitas pembangkit akan dikembangkan melalui skema kemitraan dengan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP), sedangkan sisanya akan dijalankan oleh Grup PLN.
Dokumen RUPTL 2025–2034 juga mencerminkan upaya pemerintah untuk menyediakan listrik yang andal, terjangkau, dan ramah lingkungan. Di saat yang sama, RUPTL diharapkan menjadi acuan bagi investor dan pelaku usaha dalam merencanakan partisipasi mereka di sektor kelistrikan. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2029 turut menjadi bagian dari latar belakang penyusunan dokumen ini.
Perhatian khusus juga diberikan pada daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) melalui Program Listrik Desa (Lisdes). Pemerintah menargetkan elektrifikasi untuk 5.758 desa yang belum teraliri listrik, dengan rencana pembangunan pembangkit berkapasitas 394 MW dan penyambungan listrik ke sekitar 780 ribu rumah tangga.
"Bagi saya energi bukan hanya persoalan kebutuhan, tapi juga bentuk pemerataan dan keadilan yang harus kita lakukan dari Aceh sampai Papua. Arahan Bapak Presiden Prabowo Subianto agar di desa-desa yang belum ada listrik agar segera kita pasang. Jadi kita akan lakukan ini sampai 2029 selesai dan mulai dari sekarang bertahap kita lakukan," pungkas Bahlil.
