Listrik Indonesia | Dengan derasnya transformasi digital sektor kelistrikan nasional, Indonesia menjawab tantangan sambaran petir dengan langkah berani: menjadi tuan rumah Asia-Pacific International Conference on Lightning (APL 2025), sebuah forum ilmiah bergengsi yang mempertemukan ratusan ahli dari berbagai negara.
Direktur Utama PT PLN Enjiniring, Chairani Rachmatullah, menyambut hangat perhelatan ini, seraya menegaskan bahwa posisi Indonesia sebagai negara kepulauan tropis dengan intensitas petir tinggi menjadikan konferensi ini sangat relevan dan strategis.
“Petir itu cukup signifikan, apalagi negara kita ini kan daerahnya rawan petir. Sudah sewajarnya Indonesia jadi tuan rumah. Harapannya, dari sini kita bisa dapat pembaruan teknologi, apalagi sekarang semuanya serba digital,” ujar Chairani dalam pernyataannya di sela-sela acara APL 2025 yang berlangsung di Bintang Bali Resort.
Menjaring Teknologi Terbaik Proteksi Petir
Konferensi APL 2025 menghadirkan ratusan makalah ilmiah dari para peneliti global. Lebih dari seratus di antaranya telah diseleksi untuk didiskusikan bersama, demi menghasilkan rekomendasi teknologi terbaik yang bisa dijadikan rujukan oleh negara-negara peserta, termasuk Indonesia.
“Makalah-makalah ini akan dibaca, didiskusikan, lalu diambil convergence-nya. Hasilnya akan menjadi rekomendasi teknologi yang paling relevan dan bisa diterapkan di Indonesia,” jelas Chairani.
Chairani juga menyampaikan bahwa saat ini PLN Enjiniring telah menyusun draft awal rekomendasi teknologi proteksi petir. Namun, pihaknya membuka diri terhadap masukan dari para ahli dunia sebelum draft tersebut ditetapkan menjadi kebijakan.
“Kami sebenarnya sudah punya draf rekomendasi, tapi bisa jadi itu belum optimal. Kalau dari APL ini ada masukan yang lebih baik, tentu kami akan revisi. Ini penting sebelum kita eksekusi lebih lanjut,” tegasnya.
PLN Enjiniring: Dari Desain hingga Rekomendasi Teknologi
PLN Enjiniring berperan penting dalam pengembangan sistem ketenagalistrikan, termasuk dalam hal perlindungan terhadap sambaran petir. Sebagai pihak yang bertanggung jawab atas desain dan pemilihan teknologi, keterlibatan langsung dalam APL 2025 menjadi langkah strategis.
“Kita yang membuat desain, kita yang memilih teknologinya. Makanya kami harus dengarkan teknologi-teknologi terbaru dari para ahli. Jangan sampai yang kita pilih bukan yang terbaik,” ujar Chairani.
Saat ini, PLN sedang dalam tahap percepatan transformasi digital, termasuk pengembangan smart grid, digitalisasi transmisi, kontrol sistem, hingga distribusi. Karena itu, hasil konferensi ini sangat dibutuhkan sebagai masukan teknis dan strategis.
Chairani mengapresiasi model konferensi terbuka ini yang menghubungkan berbagai pemangku kepentingan akademisi, industri, dan peneliti dalam satu komunitas diskusi. Ia menyebut momen ini sebagai cara baru PLN dalam memilih solusi teknologi, yang biasanya dilakukan secara internal.
“Biasanya PLN belajar sendiri, pilih sendiri. Tapi sekarang kita didukung komunitas besar: akademisi, praktisi, peneliti dari dalam dan luar negeri. Ini seperti direct shopping pengetahuan. Kita bisa dengar banyak pendapat dan pilih yang paling cocok,” katanya.
Ia juga menyoroti bahwa perlindungan petir yang diterapkan PLN selama ini cukup efektif. Namun, di era digital, pendekatannya harus ditingkatkan dengan teknologi terbaru seperti kecerdasan buatan (AI) dan analisis big data.
“Proteksi kita sekarang cukup efektif, tapi karena teknologi berkembang cepat, kita perlu upgrade. Bukan karena gagal, tapi karena kita ingin yang terbaik,” ucap Srikandi PLN itu.
“Digitalisasi ini menggelegar. AI dan big data sudah masuk ke semua lini. Jadi, pendekatannya bukan cuma teknis, tapi juga harus sampai ke informasi pelanggan,” lanjut Chairani.
MKI Dukung Transformasi Proteksi Petir Modern
Dalam kapasitasnya sebagai pengurus dan Wakil Ketua 1 Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), Chairani menegaskan bahwa konferensi ini merupakan bagian dari program kerja MKI yang telah dirancang sejak awal kepengurusan. Ia menyoroti meningkatnya gangguan sistem kelistrikan akibat sambaran petir sebagai urgensi dari forum ini.
“Kita tidak bisa bertahan dengan teknologi lama. Harus segera beralih ke teknologi baru yang lebih terintegrasi dan adaptif,” ujar Chairani.
Ia juga menyebut bahwa MKI akan mengakhiri periode kepengurusan pada tahun 2025, dan diskusi tentang perlindungan petir memang menjadi agenda utama sejak awal. Forum ini dinilai penting untuk mempercepat kesiapan industri kelistrikan dalam menghadapi tantangan era digital yang serba cepat dan kompleks.
Chairani menegaskan bahwa meski PLN tetap akan berjalan dengan kebijakan internalnya, forum seperti APL 2025 memberikan nilai tambah yang besar dalam menyempurnakan keputusan teknis dan strategis.
“Dengan forum ini kita bisa lebih improve. Informasinya lebih kaya, kolaborasinya lebih luas, dan hasilnya bisa lebih tepat sasaran,” tutupnya.
