DEN Finalisasi Rekomendasi Kebijakan Biomassa untuk Co-Firing PLTU

DEN Finalisasi Rekomendasi Kebijakan Biomassa untuk Co-Firing PLTU
Biomassa untuk Cofiring

Listrik Indonesia | Dewan Energi Nasional (DEN) menggelar Rapat Finalisasi Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan Biomassa untuk Co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Rapat yang dipimpin oleh Anggota DEN, As Natio Lasman ini bertujuan memperkuat arah kebijakan nasional dalam mendukung transisi menuju energi bersih.

Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN, Yunus, menyampaikan bahwa ketersediaan pasokan biomassa masih menjadi tantangan utama dalam pelaksanaan program co-firing. “Sebagian besar bahan baku biomassa saat ini berasal dari limbah, namun belum memiliki rantai pasok yang terorganisir dengan baik. Dukungan dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk membangun ekosistem pemanfaatan biomassa yang berkelanjutan,” ujarnya.

Retno Gumilang menambahkan, kurangnya data mengenai sumber dan potensi biomassa di daerah juga menjadi kendala pengembangan program. “Di Jawa Barat, misalnya, belum ada pemetaan yang komprehensif terkait potensi limbah pertanian seperti padi. Selain itu, mekanisme pembayaran PLN kepada pemasok biomassa yang kerap tertunda hingga akhir tahun turut menghambat kelancaran pasokan,” jelasnya.

Menurutnya, hasil kajian co-firing di PLTU Paiton dan Suralaya menunjukkan bahwa aspek keekonomian dan kejelasan skema pembiayaan merupakan faktor penting untuk memastikan keberhasilan program ini.

Dari sisi riset dan kebijakan, Suparman dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menekankan perlunya dukungan regulasi yang lebih kuat. “Indonesia memiliki sumber daya biomassa yang melimpah, namun keberlanjutan program sangat bergantung pada faktor ekonomi. Tanpa regulasi yang menjamin insentif dan kepastian rantai pasok, implementasi di lapangan akan sulit berlanjut,” ungkapnya.

Dalam arahannya, As Natio Lasman menekankan pentingnya menjaga harga listrik dari biomassa tetap kompetitif agar program energi bersih berjalan efisien dan berkelanjutan. “Jika kita ingin listrik dari biomassa sawit bersaing, maka pengelolaan dan kebersihan bahan baku harus diperhitungkan. Pemerintah daerah sebenarnya memiliki dana pengolahan sampah sekitar Rp2 triliun, dan jika dikelola dengan baik, potensi efisiensinya bisa mencapai separuhnya. Ini baik untuk negara dan memperkuat kompetisi menuju Indonesia bersih,” ujarnya.

As Natio juga menyoroti pentingnya uji coba lokal dan pemanfaatan lahan kosong untuk pengembangan energi biomassa. “Transportasi masih menjadi kendala utama. Karena itu, sebaiknya dilakukan uji coba di wilayah setempat dengan memanfaatkan lahan nganggur untuk memenuhi kebutuhan energi lokal. Langkah ini juga dapat membuka lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan antarwilayah,” tambahnya.

Sementara itu, Yusra Khan menilai perlu dilakukan pemetaan yang lebih sistematis terhadap sumber biomassa dan tanaman energi di berbagai daerah. “Program co-firing masih bersifat eksperimental. Kita perlu menentukan jenis tanaman energi yang sesuai di tiap kawasan, seperti sorgum atau kaliandra, agar lebih efisien dan berkesinambungan,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya memperhatikan keseimbangan dengan sumber energi lain, seperti nuklir dan PLTS, agar bauran energi nasional tetap proporsional.

Dari sisi operator, Agus Puji menjelaskan bahwa PLN saat ini mengoperasikan 66 pembangkit dengan total kapasitas 75 GW dan menargetkan implementasi co-firing biomassa sebesar 10 persen. “Tantangan terbesar adalah memastikan kontinuitas bahan baku. Selain itu, perlu perhatian terhadap aspek emisi seperti fly ash dan bottom ash. Co-firing antara batubara dan biomassa memang berpotensi besar menurunkan emisi, tetapi harus dijalankan secara terukur dan menyeluruh,” katanya.

As Natio juga menggarisbawahi pentingnya pengembangan model bisnis biomassa berbasis potensi lokal. “Contohnya Universitas Andalas yang memiliki lahan 5 hektar di luar kota dengan potensi biomassa dari daun dan limbah organik. Dulu, pabrik gula di masa kolonial menggunakan bahan baku dari sekitar lokasi demi efisiensi logistik. Prinsip serupa bisa diterapkan di setiap provinsi dengan jenis tanaman yang sesuai,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa Indonesia memiliki peluang besar mengekspor pelet biomassa ke Jepang dan Korea Selatan, yang membuktikan bahwa biomassa bukan hanya solusi lingkungan, tetapi juga peluang ekonomi baru bagi bangsa.

Rapat yang dihadiri oleh anggota DEN As Natio Lasman, Yusra Khan, dan Agus Puji Prasetyono, serta perwakilan dari Dinas ESDM dan Kehutanan Jawa Barat, BRIN, PLN, dan ITB ini membahas aspek keekonomian, keberlanjutan pasokan, serta kesiapan kebijakan daerah dalam mendukung pemanfaatan biomassa dan sampah untuk energi bersih.

Hasil rapat finalisasi tersebut menghasilkan sejumlah rekomendasi penting yang akan dituangkan dalam Risalah Kebijakan DEN, mencakup aspek regulasi, insentif ekonomi, penguatan rantai pasok, dan peran strategis pemerintah daerah.

“Kita ingin transisi energi yang tidak hanya menurunkan emisi, tetapi juga meningkatkan kemandirian energi dan kesejahteraan masyarakat,” tutup As Natio Lasman.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Dewan Energi Nasional

Index

Berita Lainnya

Index