Current Date: Kamis, 25 September 2025

Dirjen EBTKE Terbitkan Aturan Baru TKDN, Semakin Menarik Investor?

Dirjen EBTKE Terbitkan Aturan Baru TKDN, Semakin Menarik Investor?
Panel surya. (Dok: @supremesolar.id)

Listrik Indonesia | Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi mengungkapkan bahwa aturan baru mengenai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang tertuang di dalam Peraturan Menteri ESDM No.11 Tahun 2024 telah diterbitkan. Hal tersebut ia ungkapkan dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa (13/8/2024).

Menurut Eniya, salah satu penyebab rendahnya investasi di sektor EBT adalah regulasi TKDN yang selama ini berlaku, sehingga aturan baru ini diharapkan dapat mengundang lebih banyak investasi di sektor Energi Baru dan Terbarukan (EBT). 

Peraturan terbaru ini masih mengacu pada keputusan Kementerian Perindustrian terkait perhitungan TKDN, namun ada penambahan dalam perhitungan komponen biaya yang berkaitan dengan proyek EBT.

"Jadi seperti kalau misalnya ada PLTS Terapung berarti ada floating, lalu ada penyangganya dan instalasi proyek itu sendiri dan sebelum proyek itu terjadi, ada feasibility study, ada detail design engineering, ada proses rekayasa, ada biaya logistik pengiriman, ada biaya-biaya yang timbul di dalam pengerjaan satu EPC proyek dari EBT itu sendiri," ungkapnya.

Selain itu, aturan baru ini juga memberikan kelonggaran pada hibah dari luar negeri, dengan ketentuan bahwa perusahaan yang sudah memiliki Perjanjian Jual Beli Listrik (PPA) dengan PT PLN (Persero) tidak diwajibkan mencantumkan TKDN. Namun, relaksasi ini hanya berlaku bagi perusahaan dengan PPA yang berlaku hingga 31 Desember 2024, dan jumlahnya sangat terbatas.

"Tetapi ini hanya sebatas perusahaan yang sudah mempunyai PPA dengan PLN sebagai pembangkit listriknya. Lalu PPA ini dibatasi hingga 31 Desember 2024. Jadi yang mempunyai relaksasi ini itu sangat terbatas ya, karena memang kita sengaja batasi," jelasnya.

Eniya juga mengungkapkan bahwa berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, Indonesia memerlukan investasi sebesar US$ 55,18 miliar atau sekitar Rp 876 triliun untuk proyek EBT. 

"Kalau dihitung berdasarkan RUPTL hingga tahun 2030 pun, kita masih kekurangan investasi sebesar 55,18 billion USD. Nah, ini tentu saja pencapaiannya tidak mudah," ujarnya.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Kementerian ESDM

Index

Berita Lainnya

Index