Krisis Air Tanah: 11 Wilayah Indonesia Terkonfirmasi Rusak, Apakah Daerah Anda Termasuk?

Krisis Air Tanah: 11 Wilayah Indonesia Terkonfirmasi Rusak, Apakah Daerah Anda Termasuk?
Ilustrasi

Listrik Indonesia | Pemerintah Indonesia semakin serius menangani isu eksploitasi air tanah dengan memperketat proses perizinan penggunaannya. Dari total 15.448 permohonan izin yang diajukan melalui sistem Online Single Submission (OSS) sejak Oktober 2022 hingga awal Januari 2024, hanya 7.071 izin yang disetujui. Artinya, kurang dari setengah permohonan berhasil mendapatkan lampu hijau, sementara 4.619 ditolak, dan 3.758 lainnya diminta untuk diperbaiki. 

Langkah ini diambil untuk mengurangi dampak negatif eksploitasi air tanah, salah satunya adalah penurunan permukaan tanah yang signifikan. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa di DKI Jakarta, permukaan tanah turun hingga 39 cm akibat penggunaan air tanah yang berlebihan. 

Ketersediaan Air, Pilar Ekonomi Nasional 

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menegaskan pentingnya ketersediaan air dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ia menyatakan, “Ketahanan nasional ditentukan oleh ketersediaan pangan, energi, air bersih, serta keberlanjutan kegiatan ekonomi. Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8%, ketersediaan air tanah menjadi perhatian utama.” 

Saat ini, ketersediaan air tanah di Indonesia diklasifikasikan ke dalam tiga kategori: rawan, kritis, dan rusak. 

Wilayah-Wilayah Terdampak 

Berdasarkan paparan Yuliot, berikut wilayah yang masuk dalam kategori rawan hingga rusak: 

• Rawan: Metro, Kota Bumi (Lampung), Karanganyar, Boyolali (Jawa Tengah), dan Yogyakarta. 

• Kritis: Palangkaraya, Banjarmasin, beberapa wilayah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Denpasar, dan Tabanan. 

• Rusak: DKI Jakarta, Karawang, Bekasi, Tangerang, Serang, Bogor, Pekalongan, Pemalang, Bandung, Soreang, dan Semarang. 

Sebanyak 11 wilayah tersebut kini masuk kategori rusak, yang membutuhkan perhatian khusus dalam pengelolaan air tanah. 

Langkah Mitigasi dan Regulasi Baru 

Sebagai langkah mitigasi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2024. Regulasi ini memperketat pengelolaan izin pemanfaatan air tanah sekaligus menyederhanakan persyaratan perizinan.


Syarat yang semula berjumlah 13 kini dipangkas menjadi 3, dengan waktu pemrosesan maksimal 14 hari kerja. Semua proses dilakukan melalui OSS guna meningkatkan efisiensi dan transparansi. 

“Kami berharap seluruh badan usaha yang memanfaatkan air tanah memiliki perizinan sesuai regulasi yang berlaku,” ujar Yuliot. 

Kategori Pengguna yang Wajib Mengurus Izin 

Izin penggunaan air tanah diwajibkan untuk dua kategori utama: 

• Kebutuhan Pokok Sehari-hari: 

• Penggunaan air ?100 m³/bulan per rumah tangga. 

• Penggunaan air kelompok ?100 m³/bulan per kelompok. 

• Kegiatan Non-Kebutuhan Pokok: 

• Wisata atau olahraga air untuk umum. 

• Penelitian, pendidikan, atau kesehatan yang dimiliki pemerintah. 

• Kegiatan dewatering infrastruktur sipil. 

• Pembangunan sumur imbuhan atau pantau. 

Selain itu, bidang usaha seperti pertanian, industri, pariwisata, kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur dan perumahan juga diwajibkan memiliki izin pengusahaan air tanah. 

Pentingnya Kesadaran Bersama 

Melihat kondisi ini, pemerintah mengajak masyarakat dan pelaku usaha untuk bersama-sama menjaga keberlanjutan sumber daya air tanah. Konservasi, pengelolaan yang bijak, dan kepatuhan terhadap regulasi menjadi kunci agar dampak eksploitasi dapat diminimalkan. 

Apakah daerah Anda termasuk dalam kategori rawan, kritis, atau rusak? Pastikan untuk ikut serta dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air tanah untuk masa depan yang lebih baik. (KDR)

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Infrastruktur

Index

Berita Lainnya

Index