Listrik Indonesia | PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) menilai Indonesia berpeluang menempati posisi utama dalam pemanfaatan energi panas bumi dunia. Syaratnya, target penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) sebesar 5,2 gigawatt (GW) dalam 10 tahun ke depan dapat direalisasikan.
CEO PNRE, John Anis, menjelaskan bahwa saat ini Indonesia menempati urutan kedua dunia setelah Amerika Serikat dalam kapasitas terpasang panas bumi. Dengan tambahan kapasitas sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, Indonesia memiliki peluang untuk naik peringkat.
"Memang saat ini Indonesia nomor dua ya di dunia dan Indonesia ingin nomor satu, nomor satunya di US. Kalau misalkan ini yang di RUPTL sekitar 5,2 GW bisa dijalankan, itu Indonesia punya potensi menjadi leader di dalam pemanfaatan geothermal di dunia," kata John dalam acara Energy Corner, dikutip pada Jumat (22/8/2025).
Menurut John, PNRE telah menandatangani sejumlah nota kesepahaman (MoU) dan head of agreement (HOA) dengan PLN untuk mendukung pengembangan panas bumi. Perusahaan, katanya, berkomitmen memaksimalkan pemanfaatan energi ini.
PNRE juga menyiapkan strategi diversifikasi di luar panas bumi. John menyebut pihaknya turut mengembangkan energi bersih lainnya, seperti gas, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), hidrogen, hingga rencana pembangkit nuklir.
"Jadi dari geothermal kami siap. Dari gas to power juga kami siap, kami punya Jawa satu power, itu hampir 1,8 Giga Watt. Itu combined cycle dengan integrated system menggunakan FSRU dari LNG, itu terbesar di Asia Tenggara. Dan itu berjalan dengan sangat baik, saat ini kami cukup bangga memiliki instalasi tersebut dan siap men-deploy dengan konsep yang sama," jelasnya.
Data pemerintah menunjukkan, hingga 2024 terdapat 362 titik potensi panas bumi dengan kapasitas total 23,6 GW. Namun, kapasitas PLTP yang sudah terpasang baru mencapai 2,6 GW, atau sekitar 10% dari total potensi yang ada.
Sementara itu, pemerintah melalui PLN telah menetapkan RUPTL 2025–2034 dengan rencana penambahan kapasitas pembangkit listrik sebesar 69,5 GW. Dari jumlah itu, 76% berasal dari energi baru terbarukan (EBT), setara 42,6 GW, termasuk 5,2 GW dari panas bumi. Sisanya terdiri atas 10,3 GW dari sistem penyimpanan energi dan 16,6 GW dari pembangkit berbasis fosil.
Rincian tambahan kapasitas EBT dalam RUPTL meliputi: surya 17,1 GW, air 11,7 GW, angin 7,2 GW, panas bumi 5,2 GW, bioenergi 0,9 GW, dan nuklir 0,5 GW. Untuk sistem penyimpanan energi, direncanakan PLTA pumped storage sebesar 4,3 GW dan baterai 6,0 GW. Sedangkan untuk energi fosil, pembangunan masih akan dilakukan pada pembangkit berbasis gas sebesar 10,3 GW dan batu bara 6,3 GW.
