Listrik Indonesia | PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) terus mempercepat pemanfaatan biomassa sebagai bahan baku cofiring di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Perusahaan menargetkan penyediaan 3 juta ton biomassa hingga akhir 2025, sebagai bagian dari strategi transisi energi nasional.
Direktur Utama PLN EPI, Rakhmad Dewanto, menjelaskan hingga Juli 2025 pihaknya telah memasok hampir 1,2 juta ton biomassa ke sejumlah PLTU. “Kami optimis target 3 juta ton pada akhir tahun ini bisa tercapai,” ujar Rakhmad kepada Listrik Indonesia di Jakarta, Kamis (28/8).
Untuk menjaga pasokan, PLN EPI membangun ekosistem rantai biomassa yang terintegrasi dari hulu hingga hilir. Strategi tersebut mencakup empat aspek utama.
Pertama, penanaman tanaman energi di lahan kering dan marginal melalui kemitraan dengan koperasi, BUMDes, maupun kelompok tani. Kedua, pemanfaatan limbah pertanian, perkebunan, dan kehutanan, seperti sekam padi, cangkang sawit, serbuk gergaji, dan bonggol jagung.
Ketiga, pengembangan infrastruktur logistik berupa Sub Hub, Hub, dan Main Hub untuk pengumpulan, pengolahan, dan distribusi biomassa ke PLTU. Keempat, memperkuat peran koperasi sebagai penghubung antara petani dan fasilitas pengolahan.
PLN EPI juga mengimplementasikan program Green Economy Village (GEV) di berbagai daerah, termasuk Gunung Kidul, Cilacap, dan Tasikmalaya. Hingga kini, lebih dari 953 ribu bibit tanaman energi telah ditanam di lahan seluas 760 hektare. Program ini tidak hanya mendukung penyediaan biomassa, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.
“Prinsipnya, biomassa ini sebagian besar berasal dari limbah. Jadi bukan hanya membantu transisi energi, tapi juga memberi nilai tambah bagi sektor pertanian dan perkebunan,” jelas Rakhmad.
Selain itu, PLN EPI mengembangkan sistem pertanian terpadu (integrated farming system) yang menggabungkan tanaman energi, pangan, dan peternakan. Lebih dari 1.000 petani dan puluhan kelompok tani kini terlibat dalam program tersebut.
Dari sisi teknologi, PLN EPI memperluas penerapan cofiring dengan mencampur biomassa bersama batubara di 52 PLTU, di mana 48 di antaranya sudah terealisasi hingga kuartal II 2025.
Diversifikasi jenis biomassa juga berkembang signifikan, dari hanya 3 jenis pada 2020 menjadi 14 jenis pada 2025, seperti Kaliandra, Gamal, dan Indigofera.
Pemanfaatan biomassa untuk cofiring ini terbukti mampu menekan emisi karbon hingga 3,3 juta ton CO? per tahun pada 2025. “Dengan keterlibatan semua pihak, biomassa akan menjadi pilar penting transisi energi menuju kemandirian dan kedaulatan energi Indonesia,” kata Rakhmad.
Menurutnya, transisi energi juga mendorong perubahan tren penggunaan bahan bakar menuju sumber yang lebih ramah lingkungan. Biomassa bahkan mulai dilirik sebagai komoditas internasional dengan harga yang menjanjikan.
Perbandingan Harga Komoditi Biomassa (USD/ton):
• Palm Kernel Shell (PKS)
• Ekspor: USD 120–150/ton FOB (tergantung sertifikasi)
• Domestik: USD 80–100/ton CIF
• PLN Group: USD 70–75/ton CIF
• Pellet (Wood, EFB, Rice Husk)
• Ekspor: USD 128–146/ton FOB (tergantung sertifikasi)
• Domestik: USD 84–100/ton CIF
• PLN Group: USD 55–75/ton CIF
• Woodchip
• Ekspor: USD 88–94/ton CIF
• Domestik: USD 50–63/ton CIF
• PLN Group: USD 40–65/ton CIF
Dengan tren harga tersebut, biomassa tak hanya berperan sebagai solusi transisi energi di dalam negeri, tetapi juga menyimpan potensi besar untuk menjadi komoditas ekspor unggulan di masa depan.
