Enam PR Besar Pemerintah dalam Mengembangkan Bioetanol

Enam PR Besar Pemerintah dalam Mengembangkan Bioetanol
B100.

Listrik Indonesia | Ketua Umum Asosiasi Produsen Spiritus dan Ethanol Indonesia (APSENDO), Izmirta Rachman, mengatakan bahwa pemanfaatan produksi bioetanol di Indonesia masih jauh dari optimal. Hal itu ia sampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (12/11/2025). Izmirta menegaskan bahwa meskipun kapasitas produksi pabrik telah tersedia, tingkat serapannya masih rendah karena sejumlah hambatan kebijakan dan teknis.

Menurut Izmirta, tantangan pertama yang dihadapi industri bioetanol adalah rendahnya pemanfaatan produksi yang sudah berstandar fuel grade. “Pemanfaatan hasil produksi pabrik bioetanol fuel grade yang ada saat ini masih rendah,” ujarnya. Kondisi ini menyebabkan kapasitas terpasang belum mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap program energi bersih.

Tantangan kedua yang ia soroti adalah regulasi cukai. Bioetanol untuk bahan bakar hingga kini masih digolongkan sebagai Barang Kena Cukai (BKC). Izmirta menjelaskan bahwa status tersebut membebani biaya produksi sehingga membuat harga bioetanol kurang kompetitif jika dibandingkan dengan bahan bakar fosil. “Bioetanol untuk bahan bakar masih termasuk Barang Kena Cukai (BKC),” katanya.

Selain regulasi cukai, terdapat pula tantangan ketiga, yakni belum maksimalnya pelaksanaan program mandatori bioetanol yang telah ditetapkan pemerintah. Izmirta menilai kebijakan tersebut belum berjalan sesuai ketentuan yang ada. “Progam mandatori bioetanol belum berjalan maksimal sesuai peraturan yang berlaku,” ujarnya.

Di luar itu, industri juga menghadapi tantangan keempat, yaitu minimnya permintaan di hilir. Rendahnya permintaan membuat produsen tidak dapat memanfaatkan kapasitas produksi mereka secara penuh. Kondisi ini berdampak pada rendahnya kepercayaan investor maupun pelaku industri untuk meningkatkan kapasitas atau menambah fasilitas produksi.

Tantangan kelima adalah lemahnya dukungan kebijakan secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. Tanpa kebijakan terintegrasi, industri bioetanol sulit berkembang secara stabil. Kebutuhan akan kejelasan aturan, insentif harga, serta kepastian pasar menjadi isu yang terus mengemuka.

Terakhir, tantangan keenam berkaitan dengan upaya harmonisasi program bioenergi dengan kebutuhan energi nasional lainnya. Pemerintah perlu memastikan bahwa implementasi etanol sebagai bahan bakar alternatif tidak tumpang tindih dengan kebijakan energi lainnya, sehingga industri dapat bergerak dengan lebih terarah.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Bioethanol

Index

Berita Lainnya

Index