Kolaborasi, Eksekusi, Akselerasi Itu Kunci Transisi Energi

Kolaborasi, Eksekusi, Akselerasi Itu Kunci Transisi Energi
Norman Ginting, Direktur Pertamina NRE

Listrik Indonesia | Norman Ginting tampak bersemangat ketika berbicara soal masa depan energi Indonesia. Sebagai Direktur Pertamina New & Renewable Energy (Pertamina NRE), ia percaya betul bahwa transisi energi bukan sekadar jargon, melainkan peluang besar untuk membawa Indonesia mandiri dalam energi, pangan, hingga teknologi.

“Kita ini punya target net zero emission 2060. Jalannya memang panjang dan tidak mudah. Tapi saya yakin, asal ada kolaborasi, eksekusi, dan percepatan, kita bisa sampai ke sana,” ujar Norman kepada Listrik Indonesia beberapa waktu lalu di Jakarta.

Dua Jalur Percepatan

Norman memandang percepatan transisi energi harus berjalan di dua jalur sekaligus: berbasis listrik dan non-listrik. PLN, menurutnya, kini sedang memimpin pengembangan tambahan hampir 40 gigawatt energi bersih. Namun di luar itu, jalur non-listrik juga penting untuk digenjot, mulai dari biofuel, Sustainable Aviation Fuel (SAF), hingga teknologi penangkapan karbon.

“Kalau dua jalur ini jalan, dampaknya luar biasa. Desa-desa yang selama ini sulit listrik bisa teraliri, sektor pangan ikut terdorong, dan ekonomi bisa tumbuh lebih cepat. Bahkan, kita bisa dorong pertumbuhan ekonomi nasional sampai delapan persen,” jelasnya.

Norman menyebut, pengembangan energi baru terbarukan (EBT) juga membuka ruang besar bagi penciptaan lapangan kerja. “Kalau kita hitung-hitung, bisa tercipta 600 ribu sampai 800 ribu green jobs. Itu angka besar, dan masih bisa lebih kalau ekosistem industrinya ikut terbentuk,” katanya.

Potensi Besar yang Masih Tertidur

Bagi Norman, Indonesia sebenarnya punya “harta karun” energi bersih. Potensi panas bumi bisa mencapai 20 gigawatt, sementara tenaga surya lebih dari 20 gigawatt. Namun, realisasi pemanfaatannya masih jauh di bawah angka itu.

“Kita punya semua modalnya. Tinggal bagaimana mendorong supaya potensi ini benar-benar jadi energi mandiri. Jangan sampai peluang ini hanya lewat begitu saja,” ujarnya.

Tak hanya energi, Norman menekankan pentingnya kemandirian teknologi. Pertamina NRE, katanya, sudah mulai berkolaborasi dengan produsen panel surya dan membangun ekosistem baterai bersama Indonesia Battery Corporation (IBC).

“Kita jangan cuma jadi peserta. Kita harus jadi tuan rumah di negeri sendiri. Itu penting kalau kita mau benar-benar mandiri dalam energi,” katanya menegaskan.

Pelajaran dari Proyek Besar

Pengalaman panjang Norman dalam proyek energi membuatnya optimis. Ia mencontohkan PLTGU Jawa Satu berkapasitas 1.060 megawatt salah satu proyek terbesar di Asia Tenggara.

“Banyak yang bilang sulit, bahkan mustahil. Tapi nyatanya bisa jalan. Saya ada di situ, lihat langsung bagaimana kolaborasi bisa bikin hal yang rumit jadi nyata,” ceritanya.

Begitu pula dengan panas bumi. Pertamina sudah mengoperasikan 720 megawatt, sementara cadangan lebih dari 3 gigawatt masih menunggu untuk dimanfaatkan. “Unlock value geothermal itu waktunya sekarang. Jangan tunggu nanti,” tegasnya.

Dua Pilar Energi

Norman berulang kali menyebut Pertamina dan PLN sebagai dua pilar energi bangsa. Menurutnya, keduanya tidak bisa berjalan sendiri. “Harus saling menopang. Kalau dua lokomotif ini kuat, sektor swasta juga akan lebih terdorong ikut serta,” ujarnya.

Transisi energi, baginya, bukan hanya soal teknologi atau regulasi. Lebih dari itu, ini tentang keyakinan. Keyakinan bahwa Indonesia bisa menjadi pemain utama, bukan sekadar penonton.

“Konsep sudah banyak. Yang kita butuhkan sekarang tinggal jalanin. Jangan ragu. Harus ada komitmen dan keyakinan. Kalau itu ada, energi baru terbarukan bisa benar-benar jadi motor kemajuan Indonesia,” katanya menutup perbincangan.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Transisi Energi

Index

Berita Lainnya

Index