Listrik Indonesia | Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) meminta pemerintah menjamin keterlibatan sektor swasta dalam rencana ekspor listrik, khususnya energi terbarukan. Hal ini mencuat menyusul wacana penunjukan PT PLN (Persero) sebagai satu-satunya agregator ekspor.
Usulan konsolidasi tersebut sebelumnya disampaikan PLN dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XII DPR pada 26 Agustus 2025. Melalui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, BUMN listrik itu menginginkan seluruh penjualan listrik lintas negara dikoordinasikan di bawah satu entitas negara.
Ketua Umum APLSI, Eka Satria, menekankan bahwa pengembangan pasar ekspor listrik tidak bisa hanya mengandalkan BUMN. “Kami berharap ada sinergi erat antara pemerintah, BUMN, dan swasta agar pemanfaatan energi bersih untuk ekspor benar-benar optimal dan memberi manfaat maksimal bagi perekonomian nasional,” ujarnya.
Eka, yang juga CEO PT Medco Power Indonesia, menilai pelibatan swasta krusial sebagai mitra strategis dalam mempercepat transisi energi. Menurutnya, keterlibatan swasta tak hanya memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat energi hijau di kawasan ASEAN, tetapi juga menghadirkan dampak ekonomi nyata.
“Manfaatnya antara lain menambah devisa, menarik investasi asing, membuka lapangan kerja, hingga mendorong hilirisasi industri,” tambahnya.
Ia menjelaskan, energi hijau berpotensi besar menjadi komoditas ekspor masa depan. Bukan hanya dalam bentuk listrik, tetapi juga turunan lain seperti green hydrogen, green ammonia, maupun green electron melalui jaringan kabel lintas negara.
“Indonesia punya sumber daya luar biasa dari matahari, angin, panas bumi, hingga mineral kritis. Semua ini bisa dimanfaatkan untuk membangun ekonomi energi hijau. Pasarnya juga luas, mulai dari captive market industri, perumahan lewat Rooftop Solar, pasar energi regional, hingga industri turunan seperti baterai, hidrogen, dan amonia,” jelasnya kepada Listrik Indonesia beberapa waktu lalu.
Rencana ekspor hingga 3,4 gigawatt (GW) listrik terbarukan ke Singapura berdasarkan nota kesepahaman (MoU) yang ditandatangani bersama Menteri Energi Singapura pada 13 Juni 2025 menjadi salah satu alasan pentingnya keterlibatan berbagai pihak. Kementerian ESDM memperkirakan target tersebut memerlukan sekitar 18,7 GW kapasitas panel surya serta 35,7 GWh penyimpanan baterai.
Sementara itu, PLN tetap menegaskan fokus pada pembangunan infrastruktur domestik sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), yang mencakup penambahan 69,5 GW pembangkit baru dan 8.000 kilometer jaringan transmisi hingga 2034.
